Rabu 02 Dec 2020 18:50 WIB

Deplu AS: China Serang Australia dengan Disinformasi Foto

Australia telah meminta China minta maaf, tapi Beijing menolak.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Pasukan Australia di Afghanistan.
Foto: ABC
Pasukan Australia di Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Amerika Serikat (AS) ikut mengomentari masalah foto manipulasi yang menunjukan tentara Australia membunuh anak Afghanistan. Departemen Luar Negeri AS menyatakan, foto yang dimanipulasi secara digital oleh China sebagai titik terendah baru, Rabu (2/12).

Departemen Luar Negeri AS menyatakan, serangan yang dilakukan China terhadap Australia menggunakan foto itu adalah contoh dari memanfaatkan disinformasi. "Serangan terbaru Partai Komunis China (PKC) di Australia adalah contoh lain dari penggunaan disinformasi dan diplomasi koersif yang tidak terkendali. Kemunafikannya jelas bagi semua orang," kata lembaga itu mengacu pada Partai Komunis China.

Baca Juga

Wakil juru bicara Departemen Luar Negeri, Cale Brown, mengatakan gambar palsu tentara itu adalah hal baru, bahkan untuk Partai Komunis Cina. "Saat PKC menyebarkan disinformasi, dia menutupi pelanggaran HAM yang menghebohkan, termasuk penahanan lebih dari satu juta Muslim di Xinjiang," tulis Brown dalam akun Twitter.

Pemerintah China telah menolak seruan Perdana Menteri Australia Scott Morrison untuk meminta maaf setelah juru bicara Kementerian Luar Negeri, Zhao Lijian, mengunggah gambar itu. Dalam foto di akun Twitter-nya terlihat seorang tentara Australia memegang pisau berlumuran darah di tenggorokan seorang anak Afghanistan.

Kedutaan China mengatakan kemarahan dan raungan dari politisi dan media Australia atas gambar itu adalah reaksi yang berlebihan. Namun negara lain, termasuk AS, Selandia Baru, Prancis, dan pulau Taiwan, telah menyatakan keprihatinannya atas penggunaan gambar yang dimanipulasi oleh Kementerian Luar Negeri China di akun Twitter resmi.

Kedutaan China mengatakan di situs webnya, gambar tentara yang dikicaukan oleh Zhao adalah karikatur oleh seorang pelukis. Mereka menyatakan,  Prancis sebelumnya dengan keras membela hak atas karikatur.

Kicauan Zhao itu telah "disukai" oleh 55 ribu pengikut, setelah Twitter menandainya sebagai konten sensitif. Namun, perusahan media sosial ini menolak permintaan Pemerintah Australia untuk menghapus gambar tersebut.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement