Selasa 08 Dec 2020 03:16 WIB

Korsel Kerahkan Militer Bantu Testing dan Tracing

Jika tren kasus Covid-19 di Korsel terus meningkat maka rumah sakit akan kewalahan

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Christiyaningsih
Petugas menyemprot disinfektan di jalan sekitar Gereja Sarang Jeil di Seongbuk, Korsel. Jika tren kasus Covid-19 di Korsel terus meningkat maka rumah sakit akan kewalahan. Ilustrasi.
Foto: EPA
Petugas menyemprot disinfektan di jalan sekitar Gereja Sarang Jeil di Seongbuk, Korsel. Jika tren kasus Covid-19 di Korsel terus meningkat maka rumah sakit akan kewalahan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemerintah Korea Selatan (Korsel) mengerahkan tentara untuk membantu melakukan pengujian (testing) dan pelacakan (tracing) terkait infeksi Covid-19. Upaya ini diklaim pemerintah Korsel sebagai bentuk maksimalisasi sumber daya pemerintah dalam menangani pandemi.

Dikutip dari Aljazeera pada Senin (7/12), Presiden Korsel Moon Jae-in memobilisasi setiap sumber daya yang tersedia untuk melacak infeksi dan memperluas pengujian. Juru bicara kepresidenan Chung Man-ho telah menyampaikan instruksi presiden tersebut.

Baca Juga

Perintah itu datang ketika Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) melaporkan 615 kasus virus corona baru pada Ahad tengah malam. Hal ini menjadi penanda bahwa dalam sebulan terakhir terjadi peningkatan dalam jumlah ratusan setiap hari yang menyebabkan 8.311 pasien yang dikonfirmasi di karantina. Jumlah itu adalah rekor terbanyak yang pernah ada di Korsel.

"Presiden Moon menginstruksikan agar pengujian harus dilakukan lebih giat, untuk dan lebih banyak fasilitas pengujian drive-through harus disiapkan," kata Chung.

Tingkat positif untuk kumpulan pengujian terbaru adalah sekitar 4,2 persen, dibandingkan dengan rata-rata tahun ini sebesar 1,2 persen. Total hari Senin turun sedikit dari hari Ahad, ketika KDCA melaporkan 631 kasus baru, penghitungan harian terbesar sejak puncaknya pada bulan Februari dan awal Maret.

Otoritas kesehatan mengatakan bahwa jika tren kasus saat ini berlanjut, sistem rumah sakit bisa menjadi kelebihan beban.

Korea Selatan telah menghindari lockdown tetapi lebih memilih menggunakan sistem pelacakan, pengujian, dan karantina yang intensif untuk meminimalisasi dua gelombang infeksi sebelumnya. Namun dengan gelombang ketiga ini, pemerintah menghadapi kritik yang meningkat.

Kritik bermunculan karena kasus-kasus terus meningkat meskipun ada tindakan seperti kewajiban masker, jam malam untuk restoran dan bisnis lain, serta pembatasan transportasi umum. Otoritas Korea Selatan memberlakukan aturan jarak sosial yang lebih tinggi untuk ibu kota Seoul dan sekitarnya mulai Ahad (6/12).

Korea Selatan memiliki sistem lima tingkat dan pembatasan terbaru ini akan menetapkannya. Artinya, pembatasan lebih lanjut pada restoran, pertemuan di dalam ruangan, juga pada transportasi, seperti kereta antarkota, bus, dan akan ada pembatasan 50 persen pada jumlah penumpang.

Tidak akan ada lagi penonton di tempat olahraga. Perusahaan swasta akan kembali didesak agar sekitar sepertiga pekerjanya bekerja jauh dari rumah. Sejak pandemi dimulai, Korea Selatan telah melaporkan total 38.161 kasus, dengan 549 kematian.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement