REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman membenarkan, keluarga dari enam Laskar FPI yang tewas tertembak menolak panggilan pemeriksaan Bareskrim Mabes Polri. Mereka merasa tidak tahu-menahu dengan peristiwa yang terjadi di Tol Cikampek, Karawang, Senin (7/12) dini hari WIB.
"Keluarga mereka dipaksa untuk hadir, kan keluarga mereka tidak tahu yang apa terjadi di lapangan," kata Munarman di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (14/12).
Selain itu, Munarman mengatakan, yang paling janggal dari penyidik Bareskrim dalam mengungkap peristiwa tersebut yakni dengan dipanggilnya seorang jurnalis yang melakukan investigasi ke lokasi penembakan. Pihak kepolisian sendiri sudah menggelar rekonstruksi tanpa melibatkan pihak FPI yang terlibat dalam bentrokan tersebut.
"Justru yang mengkhawatirkan teman-teman media pun yang memberitakan yaitu saudara Edi Mulyadi dipanggil di Bareskrim, masa ada teman media yang memberitakan dipanggil juga jadi saksi, kan aneh," tutur Munarman.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, bahwa penembakan terhadap enam laskar FPI dikarenakan korban mencoba melawan aparat, dan terjadi provokasi menggunakan senjata api dan senjata tajam. Hasil rekonstruksi versi polisi itu menunjukkan bahwa dua orang anggota FPI tewas ketika terjadi tembak menembak mulai dari Bunderan Hotel Novotel hingga jembatan Badami, Karawang Barat.
Selain itu, hasil rekonstruksi juga menunjukan bahwa enam orang laskar FPI tewas dan empat orang lainnya diamankan menggunakan mobil polisi. Di tengah perjalanan keempat orang ini melakukan perlawanan dengan merebut senjata polisi.