REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan ketua MK Hamdan Zoelva menduga, ada pelanggaran HAM berat dalam kematian enam laskar FPI. Menurutnya, hal itu memang tragis dan bisa mengkhawatirkan kondisi penegakan hukum di dalam negeri ke depannya jika tidak terselesaikan.
Dia menilai, posisi penting untuk menyelesaikan kasus tersebut saat ini berada di Komnas HAM. Terlepas dari pihak Kepolisian dan Komnas HAM yang memang memiliki kewenangan untuk mengurusi hal tersebut.
"Jika institusi itu tidak mampu (menanganinya) maka lembaga internasional bisa saja mengintervensi," ujarnya dalam webinar Polisi, FPI dan HAM, Ahad (20/12).
Dia menambahkan, merujuk pada pembunuhan enam laskar yang merupakan kejahatan HAM, intervensi itu sangat dimungkinkan. Sebab, menurut Zoelva, meski kejadian berada di Indonesia, nyatanya kejahatan HAM memiliki sifat lintas wilayah.
Dirinya tak menampik, kejahatan berat memang bisa diselesaikan secara hukum nasional. Namun, jika kemudian hukum yang dimaksud dianggap memiliki impunity maka lembaga internasional bisa dipastikan masuk dan menyelesaikannya.
Dia melanjutkan, saat ini, semua harapan tertuju pada Komnas HAM. Terlebih, ketika Presiden telah menyampaikan tanggapan dengan tegas jika ada lembaga independen yang memang diberi kewenangan terkait ini, yakni Komnas HAM.
Mengutip UU menyoal kejahatan kasus HAM berat, Indonesia, kata dia, mengakui dua hal. Yaitu, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. "Atas tewasnya enam orang FPI ini maka lebih dekat ke kasus kejahatan terhadap kemanusiaan,’’ jelasnya.
Karenanya, ia menuntut pihak terkait untuk menyelesaikan kasus tersebut secepatnya. Sebab, ditakutkan bisa menjadi persoalan besar jika Indonesia diketahui memiliki impunity hukum dalam penanganan kasus HAM berat. "Amanat yang sangat besar, tentu ada di Komnas HAM untuk menyelidiki ini. Jika bukti cukup maka disampaikan ke Kejakgung untuk penyidikan dan penuntutan lebih lanjut,’’ kata dia.