REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Turki menyambut pemerintah baru Yaman setelah dilantik baru-baru ini di ibu kota Saudi, Riyadh.
"Kami berharap perkembangan ini akan berkontribusi pada penyelesaian konflik dan krisis kemanusiaan yang telah berlangsung selama lebih dari enam tahun," kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.
Konflik di Yaman telah berubah menjadi tragedi kemanusiaan yang "belum pernah terjadi sebelumnya", yang diperburuk oleh dampak wabah Covid-19, tambah pernyataan itu.
"Akibatnya, menemukan solusi politik yang langgeng untuk konflik di negara itu menjadi kebutuhan yang mendesak," katanya.
Turki mendukung resolusi konflik berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB dan menetapkan parameter internasional melalui dialog dan legitimasi konstitusional, menghormati kesatuan politik dan integritas wilayah Yaman, tambahnya.
Kabinet baru Yaman, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Maeen Abdul Malik, dibentuk berdasarkan Perjanjian Riyadh antara pemerintah Yaman dan Dewan Transisi Selatan (STC) separatis, yang didukung oleh Uni Emirat Arab.
Pada 18 Desember, Presidensi Yaman mengumumkan pembentukan pemerintahan pembagian kekuasaan yang terdiri dari 24 menteri yang dipilih atas dasar kesetaraan antara provinsi utara dan selatan sebagaimana diatur dalam Perjanjian Riyadh. Pemerintahan baru termasuk lima menteri dari STC.
Perjanjian Riyadh ditandatangani antara pemerintah Yaman dan STC pada November 2019 di bawah sponsor koalisi pimpinan Saudi, yang mengakhiri bentrokan militer antara kekuatan kedua belah pihak.
Yaman telah jatuh ke dalam perang saudara pada 2014 ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran menguasai sebagian besar provinsi utara, termasuk ibu kota Sanaa. Menurut Badan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), konflik di Yaman sejauh ini telah merenggut nyawa 233.000 orang.