REPUBLIKA.CO.ID, oleh Gita Amanda*
Pandemi Covid-19 nyatanya berdampak besar ke semua sektor. Perubahan perilaku, demi menekan laju penularan virus corona, juga berdampak pada kegiatan bertransaksi termasuk jual beli.
E-Commerce atau berjualan secara digital kini tengah naik daun dan jadi pilihan banyak pihak. Terutama saat pemerintah menganjurkan untuk tak banyak keluar rumah demi meminimalisir penularan Covid-19. Akhirnya e-commerce jadi pilihan masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
Staf Khusus Kominfo bidang IKP, Transformasi Digital dan hubungan Antar-Lembaga Rosarita Niken Widiastuti, mengatakan pertumbuhan e-commerce di Indonesia sangat tajam yakni mencapai 91 persen selama pandemi. Ini juga disebabkan karena meningkatnya pengguna internet di dalam negeri, dari 64 persen menjadi 73,7 persen pada pertengahan Desember lalu.
Ini diamini mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto saat masih menjabat pertengahan Desember lalu. Ia mengatakan, Bank Indonesia (BI), memproyeksikan transaksi e-commerce meningkat selama pandemi, hingga Rp 429 triliun sepanjang 2020. Sebelumnya pada 2019 sebesar Rp 255 triliun, lalu pada 2018 sebanyak Rp 145,9 triliun.
Ada banyak pilihan platform e-commerce yang dapat digunakan untuk berbelanja online, di antaranya marketplace, website, dan media sosial. Namun dikutip dari laman Sirclo.com, marketplace menjadi platform berbelanja yang paling dipercaya masyarakat Indonesia yakni oleh 97% responden, sementara 91% percaya untuk berbelanja di website, dan 82% di media sosial.
Tapi, sayangnya baru enam hingga tujuh persen barang-barang yang di jual di market place berasal dari Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan produsen lokal. Sisanya masih didominasi barang-barang impor.
Ini tentu menjadi peluang besar bagi UMKM maupun produsen barang-barang lokal Tanah Air ke depannya. Apalagi menurut Agus, 99 persen dari 57 juta pengusahan nasional merupakan pelaku UMKM. Penyerapan tenaga kerja sektor UMKM juga mencapai 97 persen dan UMKM berkontribusi 60 persen pada Produk Domestik Bruto Indonesia.
Untuk itu sudah semestinya, berbagai pihak memberikan dukungan penuh pada UMKM lokal agar dapat terus bersaing. Salah satunya dengan mendorong UMKM untuk masuk ke dalam ekosistem digital.
Dalam salah satu webinar awal Desember lalu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyatakan saat ini sudah ada sekitar 10,2 juta atau 16 persen pelaku UMKM yang memanfaatkan teknologi digital. Ini merupakan prestasi, mengingat pada awal 2020 baru 13 persen pelaku UMKM lokal masuk ranah digital. Untuk itu Kemenkop terus berupaya melakukan transformasi UMKM agar Go Digital dan Go Global.
Untuk dapat go digital dan go global, Teten menjelaskan ada tiga hal utama yang harus dimiliki UMKM lokal. Pertama kapasitas produksi, kedua kualitas produksi, dan terakhir tentunya literasi digital.
“Kapasitas usaha dari sisi UMKM harus berproduksi dalam skala besar dan ekonomis. Kemudian kualitas produk agar bisa bersaing dengan produk usaha besar di marketplace, dan literasi digital sebagai kemampuan UMKM melek digital seperti mengoperasikan perangkat, aplikasi, platform digital, dan lain-lain,” ujar Teten kala itu.
Menurut Teten, transformasi digital serta pemanfaatan teknologi bagi UMKM Indonesia merupakan keniscayaan. Selain itu perlu menghubungkan UMKM ke rantai nilai salah satunya dengan perluasan pasar dan penyerapan produk UMKM.
Perusahaan konsultan manajemen multinasional McKinsey & Company mencatat, penjualan UMKM naik 26 persen pada kuartal II 2020. Potensi ekonomi digital Indonesia pun pada 2025 diperkirakan akan mencapai 1.800 triliun.