REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, saat ini terjadi persaingan antarlembaga penyelenggara pemilihan umum (pemilu). Lembaga penyelenggara pemilu antara lain Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Padahal yang namanya pemilu, yang seharusnya bersaing kan peserta pemilunya, partai politik, kandidat, mereka lah yang seharusnya bersaing, bukan lembaga penyelenggara pemilunya," ujar Khoirunnisa dalam diskusi daring, Rabu (20/1).
Menurut dia, persaingan antara KPU, Bawaslu, dan DKPP perlu menjadi refleksi. Jangan sampai persaingan ini justru menyebabkan kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu memudar.
Khoirunnisa pun mengingatkan agar pembahasan Revisi Undang-Undang tentang Pemilu (RUU) di DPR tak mengutamakan kepentingan ego sektoral maupun ketidakpuasan salah satu pihak. Misalnya, ketika ada rasa tidak puas dengan kinerja KPU, maka ada penambahan kewenangan Bawaslu.
Begitu juga saat ada yang tidak puas dengan kinerja Bawaslu, ia mengatakan, pembuat UU kemudian menambah kewenangan DKPP. Khoirunnisa mengatakan, penambahan kewenangan lembaga penyelenggara pemilu tanpa diskusi secara utuh dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan pemilu, hanya akan menambah persoalan.
"Kita tidak memikirkan apakah tepat menambahkan kewenangan, karena kita belum diskusikan secara utuh ini desain yang kita butuhkan seperti apa," kata Khoirunnisa.
Ia menjelaskan, DKPP dan Bawaslu sering menjadi lembaga pengaduan dari peserta pemilu yang mengalami kekalahan. Padahal, menurut Khoirunnisa, ketika proses pungut hitung sudah selesai dan KPU sudah menetapkan hasil perolehan suara, peserta dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan demikian, kata dia, DKPP dan Bawaslu sebaiknya menahan diri untuk tidak menindaklanjuti aduan yang masuk setelah KPU sudah menetapkan hasil perolehan suara. Sebab, proses sengketa berikutnya menjadi ranah MK.
"Sehingga kita di sini merasa bahwa kemudian lembaga-lembaga ini bisa meahan diri untuk tidak menindaklanjuti aduan-aduan tadi, jadi biarlah MK yang menjadi ujungnya," kata Khoirunnisa.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar sistem rekrutmen keanggotaan KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak politis, meskipun prosesnya memang melalui seleksi dengan sejumlah tes. Jika rekrutmen sarat politis, yang ada hanya akan mengganggu kemandirian lembaga penyelenggara pemilu.
"Tidak bisa dipungkiri ada proses-proses politis di dalamnya, kadang-kadang ini juga yang mengganggu kemandirian dari penyelenggara pemilu," ucap dia.