REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga saat ini, tidak ada perkembangan signifikan dari pihak Kepolisian terkait pengusutan pelanggaran HAM pada kasus kematian enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Km 50 tol Jakarta-Cikampek. Kabar terakhir, tim khusus yang dibentuk Bareskrim Polri masih mengkaji surat rekomendasi dari Komnas HAM tersebut kasus tersebut.
Menanggapi itu Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menyampaikan, ada beberapa faktor yang membuat Polisi tidak agresif dan cenderung melambat menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM tersebut. Di antaranya, bukti-bukti permulaan yang ditemukan oleh Komnas HAM tidak cukup meyakinkan untuk mendorong polisi bertindak progresif.
"Kedua, atmosfer hukum dan politik tidak cukup mendukung progresifitas penegak hukum," ujar Suparji saat dihubungi melalui pesan singkatnya, Ahad (7/2).
Kemudian faktor ketiga, adalah melemahnya kelompok civil society dalam menuntut penuntasan kasus tersebut. Sehingga dengan melemahnya civil society tersebut, tidak ada tekanan yang berat terhadap pihak Kepolisian untuk menuntaskan kasus tersebut dengan segera.
Terakhir, adalah keberhasilan penggiringan opini bahwa dalam kasus ini, kesalahan ada pada korban. "Framing yang cukup berhasil bahwa ada kesalahan dari yang menjadi korban," terang Suparji.
Sehingga dengan demikian, kata Suparji, tidak heran jika sampai dengan saat ini belum ada kemajuan yang signifikan terhadap rekomendasi Komnas HAM tersebut. Pada sisi lain rekomendasinya juga tidak sesuai dengan ekspektasi publik, yang menduga bahwa dalam tragedi berdarah di Km 50 tersebut pada 7 Desember 2020 lalu.
"Karena ada enam orang yang tewas tanpa diketahui secara sebabnya secara transparan dan akuntabel," ungkap Suparji.