REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang mengatur seragam sekolah direvisi. Wakil Ketua Komisi X Abdul Fikri Faqih mempersilakan pemerintah untuk mengkaji desakan tersebut.
"Direvisi atau dicabut hampir sama, tinggal prosentasenya berapa. Kalau lebih dari 50 persen namanya dicabut, kalau kurang namanya direvisi. Silahkan dikaji," kata Faqih kepada Republika, Ahad (14/2).
Kendati demikian, ia menilai yang lebih penting adalah pelibatan semua pemangku kepentingan dalam menerbitkan kebijakan agar tidak terus bikin ketidakstabilan dunia pendidikan. Selain itu, ia melihat banyak penolakan terhadap SKB Tiga Menteri tersebut lantaran semangat inklusif yang tidak sesuai dengan faktanya.
"Faktanya SKB ini malah membatasi dan bernuansa melarang larang. Bahkan pendekatan yang dilakukan bukan persuasif tapi malah pendekatan represif pelarangan dan pencabutan budaya dan kesepakatan lokal yang sudah ada," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Ia juga melihat ada semangat sentralistik dalam SKB tersebut. Padahal, Faqih menambahkan, pendidikan mestinya adalah urusan yang sudah desentralisasikan secara konkuren.
Baca juga : Legislator: SKB Seragam Picu Konflik Kewenangan Pusat-Daerah
"Perguruan Tinggi di pusat, SMA/K dan pendidikan dan/atau layanan khusus di provinsi dan SMP ke bawah di Kabupaten Kota. Sesuai UU 23/2014 tentang Pemda," jelasnya.
Sementara itu Anggota Komisi X Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan, sebelum mengeluarkan SKB terkait peraturan seragam sekolah dan aturan yang memuat sanksi, pemerintah seharusnya jangan terburu-buru. Selain itu, pemerintah harus menyikapi dengan arif dan bijaksana dengan meminta pendapat tokoh agama, masyrakat, sosial, dan budaya.
Hal tersebut lantaran Indonesia mempunyai kearifan lokal masing-masing daerah yang harus diperhatikan. "Jangan sampai keputusan pemerintah beririsan tajam dengan kearifan lokal tersebut," ucapnya.
Menyikapi desakan MUI yang meminta SKB untuk direvisi, Illiza menilai hal tersebut sudah tepat dan harus dijadikan pertimbangan. Jangan sampai, ia mengatakan, SKB ini menjadi polemik dan cikal bakal perpecahan dan perdebatan di masyarakat .
"Yang perlu dicatat adalah terkait sanksi yang tertuang di SKB tersebut harus ada jenjang kategori dalam bentuk peringatan untuk mendapatkan pembinaan sehingga tidak bisa langsung diberikan sanksi dengan sekali melakukan kesalahan jangan asal memberikan sanksi atau hukuman," kata dia.