REPUBLIKA.CO.ID, NAPLES -- Napoli merupakan kota terbesar ketiga di Italia dan memiliki komunitas muslim yang berkembang pesat. Namun sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan bertambahnya lahan pemakaman untuk muslim yang meninggal di sana.
Kesulitan ini dirasakan oleh Ahmed Aden Mohamed atas kematian ibunya, Zahra Gassim Alio. Ibunya dilarikan ke rumah sakit karena sakit lutut, dan ternyata mengidap komplikasi penyakit lainnya, termasuk terpapar virus corona.
Ketika dia pergi ke rumah sakit untuk mengambil jenazah ibunya, Mohamed menyadari betapa rumitnya membawa jenazah ibunya untuk bisa dimakamkan di pemakaman. Karena kota Napoli, di Italia selatan, tidak memiliki pemakaman Muslim, dia dihadapkan pada keputusan yang sulit.
Apakah jenazah ibunya harus dikremasi, suatu aturan yang dilarang dalam Islam, atau menguburkannya di pemakaman Muslim yang jaraknya sekitar 150 km (93 mil). Kurangnya pemakaman Muslim di Naples, sudah menjadi tantangan bagi banyak keluarga selama beberapa tahun.
Pandemi virus corona telah membuat segalanya menjadi lebih sulit lagi. Sejak 1990, hukum Italia telah mengizinkan ruang terpisah di kuburan untuk non-Katolik. Tapi ruang-ruang ini seringkali tidak memenuhi aturan pemakaman Muslim, jadi komunitas muslim mengajukan petisi untuk lahan terpisah.
Beberapa keluarga, sementara itu, cenderung mengirim tubuh orang yang mereka cintai ke negara leluhur mereka. Tetapi ketika Italia memasuki kuncian pada Maret tahun lalu, ini menjadi tidak mungkin karena perbatasan internasional ditutup.
Penguncian juga menghapus opsi untuk mengubur orang di luar wilayah mereka di Italia, karena adanya pembatasan perjalanan domestik.
Presiden Federasi Islam Campania, Imam Cozzolino, mengatakan saat krisis berlanjut, beberapa kuburan di kota-kota tetangga menawarkan ruang ekstra untuk pemakaman Muslim, tetapi segera kehabisan ruang.
"Penguburan adalah hak warga negara mana pun yang tidak dapat diganggu gugat," kata Cozzolino. “Kebutuhan akan kuburan Islam selalu ada. Itu meledak karena virus corona karena tidak ada tempat lain yang bisa dibawa orang yang mereka cintai, selain daerah tempat mereka berada," katanya dilansir dari Aljazira, Jumat (19/2).
Pada 2016, Walikota yang baru terpilih, Luigi de Magistris mengatakan dalam sebuah situs akan menyediakan lahan untuk pemakaman muslim yang layak. Ruang tersebut disediakan di samping pemakaman umat Yahudi.
"Kami sengaja menempatkan pemakaman Islam di sebelah pemakaman Yahudi,” kata de Magistris. “Kami ingin menunjukkan bahwa Napoli adalah kota persaudaraan, hak, dan perdamaian," tambahnya.
Setelah serangkaian penundaan pada 2018 dan 2019, ruang pemakaman Muslim akhirnya dibersihkan tahun lalu, tetapi menghadapi rintangan terakhir, yakni pendanaan. Napoli sedang mengalami krisis keuangan, sehingga sulit untuk mendanai proyek-proyek yang berada di luar kebutuhan dasar kota.
Dewan kota dapat menentukan tempat untuk pemakaman, dan membersihkannya, tetapi komunitas Muslim bertanggung jawab untuk mendanai pembangunannya. Tetapi karena Napoli tidak memiliki perkumpulan Muslim, dan karena komunitasnya sebagian besar terdiri dari pekerja bergaji rendah, sehingga dana tersebut sulit dikumpulkan.
"Bagaimana cara mengumpulkan uang ini?” Kata Cozzolino. “Orang-orang yang datang ke masjid di sini adalah pedagang kaki lima. Mereka hanya berpenghasilan 30 euro (36 dolar AS atau Rp 500 ribu) sehari. Sudah cukup sulit bagi mereka untuk memelihara masjid," jelasnya.