REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Sanksi sepihak yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Iran, telah menyebabkan kerugian ekonomi senilai 1 triliun dolar AS. Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif mengatakan, Iran akan meminta kompensasi kepada AS atas sanksi yang telah membuat perekonomian Teheran memburuk.
"Ketika kami bertemu, kami akan meningkatkan kompensasi. Apakah dalam bentuk reparasi, atau dalam bentuk investasi, atau dalam bentuk tindakan untuk mencegah terulangnya apa yang telah dilakukan oleh Trump," ujar Zarif kepada jaringan berita milik negara Iran, Press TV.
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara sepihak meninggalkan kesepakatan nuklir pada 2018 dan menjatuhkan sanksi yang keras dengan menargetkan semua sektor ekonomi Iran. Menurut Zarif, Trump memberlakukan kembali 800 sanksi yang dijatuhkan pada Iran sebelum kesepakatan nuklir. Setelah itu, Trump juga memberlakukan 800 sanksi baru.
Zarif mengatakan, semua sanksi perlu dicabut oleh AS, sebelum mereka dapat kembali ke kesepakatan nuklir. Jika AS gagal mencabut sanksi, maka Iran akan terus meningkatkan program nuklirnya sesuai undang-undang.
Zarif menambahkan, selama pandemi Covid-19, AS telah melakukan penindasan karena mencegah Iran membeli makanan, obat-obatan, dan vaksin. AS juga memblokir permintaan Iran untuk pinjaman senilai 5 miliar dolar AS dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk memerangi pandemi, dan mencegah negara lain seperti Korea Selatan untuk membayar kembali uang Iran senilai miliaran dolar.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden masih akan melanjutkan kampanye "tekanan maksimum" terhadap Iran seperti yang diusung oleh pemerintahan Trump. Pemerintahan Biden ingin kembali ke perjanjian nuklir (JCPOA), asalkan Iran mematuhi kesepakatan dalam pakta perjanjian itu.