REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengusulkan agar adanya revisi total dalam revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Salah satunya dengan memisahkan antara informasi elektronik dengan transaksi elektronik.
"Ini dirombak total, jadi dipisahkan saja soal transaksi elektronik dengan informasi elektronik. Sebab keduanya merupakan sesuatu yang berbeda," ujar Jazilul lewat keterangannya, Senin (22/2).
Menurutnya, tujuan awal pembentukan UU ITE adalah menjawab kejahatan transaksi elektronik yang semakin mewabah saat itu. Bukan justru menjadi alat untuk membungkam seseorang dengan pasal pencemaran nama baik.
"UU ini sejatinya lebih pada titik tekannya itu transaksi elektronik, tapi yang muncul justru lebih banyak kepada mereka yang aktif di dunia elektronik," kata Jazilul.
Sebagai anggota Komisi III DPR, ia juga melihat Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik sangat multitafsir. Belum lagi pasal-pasal lain di dalamnya yang kerap digunakan untuk menghambat kebebasan berekspresi.
Mayoritas fraksi di DPR juga dinilainya sepakat untuk merevisi UU ITE yang dinilai Presiden Joko Widodo itu mencemaskan masyarakat. Ia mengimbau pemerintah untuk segera mengirim draf revisi undang-undang tersebut kepada DPR.
"Semua fraksi dari pernyataannya akan setuju dengan undang-undang revisi ini. Tetapi kalau lihat namanya di list Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021, revisi UU ITE belum masuk," ujar Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR yang membahas rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada 2008, M Yasin Kara mengatakan bahwa tujuan awal pembentukan undang-undang tersebut hanya akan mengatur ihwal perdagangan elektronik. Namun pada saat ini, pemerintah akhirnya memasukkan pasal-pasal terkait penghinaan dan pencemaran nama baik.
"Persoalnya adalah ketika pemerintah memasukkan hal-hal di luar financial transaction bisnis di dalam perundang-undangan itu. Dengan memperluas bahwa transaksi di elektronik itu adalah seluruh yang berkaitan dengan dua subjek hukum atau lebih. Lalu kemudian masuklah (pasal) pornografi, ada masuk soal pencemaran nama baik, dan seterusnya," ujar Yasin dalam sebuah diskusi daring, Ahad (21/2).