REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menanggapi terkait adanya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Menurutnya, percuma UU Pemilu direvisi jika Pilkada tetap digelar pada 2024.
"Ya tetap saja walaupun UU Pemilu direvisi tapi Pilkada tetap diadakan pada 2024. Nantinya, kalau begitu akan ada beban berat yang akan membunuh para petugas KPPS seperti pemilu yang lalu," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (23/2).
Kemudian, Abdul Fickar melanjutkan seharusnya bagian pasal terkait Pilkada juga direvisi. Jangan hanya pasal-pasal tertentu atau pilihan. Hal ini semakin menunjukkan kalau pemerintah hanya memikirkan kepentingannya sendiri daripada masyarakat.
"Ya percuma saya bilang kalau ada revisi-revisi, itu buat keuntungan mereka saja. Kalau memang Pilkada tetap diadakan pada 2024, pemerintah harus berpikir gimana nanti agar tidak ada lagi korban jiwa karena menghitung suara Pilkada," ujarnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan revisi UU Pemilu sangat tidak efektif karena Pilkada tetap diadakan pada 2024. Padahal, hal tersebut membebankan bagi KPPS.
"Perubahan tersebut tidak efektif ya. Ini sangat berat bagi KPPS. Pasti SDM nya juga banyak dan banyak korban seperti sebelumnya. UU Pemilu kok direvisi tiap lima tahun?," katanya.
Ia menambahkan jika memang diadakan revisi UU Pemilu, pemerintah harus mengubah revisi bagian pasal tentang teknis serentak dan jangka waktunya. "Harus ada rencana dong, teknisnya bagaimana? terus jaraknya berapa bulan sampai Pilkada diadakan?," ucapnya.
Sebelumnya diketahui,Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Djarot Syaiful Hidayat mengatakan partainya mendukung pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 2024. Namun, PDIP tetap membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Kita membuka peluang untuk revisi UU Pemilu, UU Nomor 7 Tahun 2017. Mari kita sempurnakan supaya berkualitas, supaya pemilu kita lebih mudah, tidak rumit," ujar Djarot dalam sebuah diskusi daring, Senin (22/2).
Ia tetap menilai, perlunya evaluasi dan penyempurnaan terhadap sistem kepemiluan Indonesia. Khususnya evaluasi pada Pemilu serentak 2019, yang menggabungkan pemilihan presiden, DPR, DPD, dan DPRD.
"Karena kemarin 2019 itu banyak sekali terjadi kelelahan bagi penyelenggara pemilu saat perhitungan, jadi perlu kita evaluasi kembali," ujar Djarot.
Untuk saat ini, PDIP tetap konsisten mendukung langkah agar Pilkada digelar pada 2024. Namun, ia tak melupakan UU Pemilu yang tetap perlu direvisi berdasarkan hasil evaluasi.