REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun dipecat dari jabatannya Sabtu (27/2). Hal itu terjadi setelah dia mendesak PBB menghentikan kudeta militer di negaranya.
Pemecatan Kyaw Moe Tun diumumkan stasiun televisi pemerintah Myanmar, MRTV. Dalam laporannya, MRTV menyebut Kyaw sebagai pengkhianat. "(Dia) berbicara untuk organisasi tidak resmi yang tidak mewakili negara dan telah menyalahgunakan kekuasaan serta tanggung jawab seorang duta besar," katanya, dikutip laman TRT World.
Saat berbicara di Majelis Umum PBB, Kyaw mendesak badan internasional itu untuk menghentikan kudeta militer di Myanmar dengan menggunakan segala cara yang diperlukan. Kyaw menyebut dirinya berbicara atas nama pemerintahan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.
"Kami membutuhkan tindakan sekuat mungkin lebih lanjut dari komunitas internasional untuk segera mengakhiri kudeta militer, untuk menghentikan penindasan terhadap orang-orang yang tidak bersalah, dan untuk memulihkan demokrasi," ujar Kyaw.
Pada kesempatan itu, Kyaw pun sempat mengacungkan salam tiga jari yang menjadi simbol perlawanan rakyat Myanmar terhadap kudeta militer. Para hadirin yang berpartisipasi dalam pertemuan Majelis Umum PBB seketika memberikan tepuk tangan ketika Kyaw selesai menyampaikan pernyataannya.
Hingga saat ini unjuk rasa menentang kudeta militer di Myanmar masih berlangsung. Di kota terbesar, Yangon, polisi anti huru-hara menembakkan peluru karet, granat setrum, dan tembakan ke udara untuk membubarkan massa. Sejumlah orang terluka dan ditahan, salah satunya jurnalis asal Jepang.
Bentrokan massa dengan aparat keamanan juga terjadi di Mandalay. Pembubaran demonstrasi turut dilakukan di Naypyitaw, Magwe, dan kota perbukitan barat Hakha. Menurut Myanmar’s Assistance Association for Political Prisoners, sejauh ini setidaknya terdapat 689 orang yang berada di bawah penahanan atau memiliki tuntutan luar biasa sejak demonstrasi menentang kudeta dimulai tiga pekan lalu.