REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Sri Mulyono menilai Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, tidak berbeda dengan peristiwa pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat yang dilakukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Anas Urbaningrum. Mulyono menyebut 'kudeta' kubu pro Moeldoko terhadap Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak lepas dari 'ajaran' SBY.
"8 Februari 2013, Pak SBY mengambilalih kepimpinan Anas sebagai ketua umum, diambilalih oleh SBY tanpa proses konstitusi partai, ini juga ilegal dan juga arogan. Inilah benang merah yang menghasilkan KLB (Sumut)," ujar Mulyono dalam diskusi daring Polemik Trijaya, Sabtu (6/3).
Mulyono mengatakan, dalam masa kepemimpinan Subur Budhisantoso dan Hadi Utomo, tidak ada keributan di internal partai, tidak ada KLB, bahkan tidak ada pikiran/keinginan melakukan KLB. Akan tetapi, ketika Anas Urbaningrum memimpin, terjadi upaya menggulingkan Anas oleh SBY.
Mantan kader Demokrat itu menuturkan, SBY mengadakan rapat pimpinan nasional di Cikeas tanpa mengundang Anas sebagai ketua umum. Kemudian ada acara forum pendiri dan deklarator partai di Sahid pun, Anas juga tidak diundang dan diberitahu.
Mulyono melanjutkan, pada 4 Februari 2021, SBY berpidato dari Jeddah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) supaya menetapkan kasus hukum Anas. Menurut dia, tindakan ini tidak benar dan arogan karena SBY dapat dikatakan mengintervensi hukum.
Setelah itu, sprindik Anas Urbaningrum bocor ke Cikeas pada 7 Februari 2013. Mulyono juga menyebut hal ini sebagai pelanggaran hukum yang cukup berat.
"Pak SBY lah yang mengajari semua itu sehingga sekarang terjadi KLB, seandainya Pak SBY tidak mengajari itu, maka menurut saya tidak ada terjadi KLB, tidak ada tindakan ilegal, tidak ada tindakan arogan," kata Mulyono.
"Pak SBY lah guru ilegal Demokrat, guru arogansi Demokrat, dan guru KLB, guru kudeta, ini yang saya ingin katakan," ucapnya menambahkan.