REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ubedilah Badrun mengingatkan bahwa negara tidak boleh tersandera oleh agenda politik pribadi, seperti pada polemik Partai Demokrat belakangan ini. Menurutnya, potensi gejolak politik terlalu besar jika pemerintah mengesahkan KLB Partai Demokrat.
Ubedilah mengatakan sudah hampir 40 hari isu tersebut menyita perhatian publik sejak Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengungkapkan adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan partainya pada tanggal 1 Februari lalu. Lebih lanjut, dia membaca pernyataan pemerintah yang akan menggunakan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres V 2020 untuk menilai hasil KLB ilegal.
"Jadi, isyarat kuat pemerintah tidak tertarik untuk melakukan manuver politik yang berisiko tinggi," katanya.
Namun, menurutnya untuk mengesahkan hasil kongres luar biasa (KLB) malah sangat berisiko, apalagi pada saat kondisi bangsa seperti sekarang ini. Pemerintah berpotensi tersandera fokusnya akibat gejolak politik yang bisa muncul.
"Terlalu berisiko jika pada saat krisis seperti ini, pemerintah mengesahkan KLB Partai Demokrat, apa pun alasannya. Potensi gejolak politiknya terlalu besar," katanya.
Baca juga : Curiga Kudeta Demokrat demi Tiga Periode Jabatan Presiden
Apalagi, kata dia, melihat bagaimana AHY dengan cepat dan kompak melakukan konsolidasi DPD, DPC, dan para anggota Fraksi PD DPRD se-Indonesia, sementara para mantan kader pelaku KLB tampak jelas tidak punya massa yang riil. "Pemerintah berpotensi menimbulkan turbulensi politik yang tidak perlu namun magnitudonya besar sehingga mengganggu fokus penyelesaian pandemi serta mengatasi krisis ekonomi," kata Ubedilah.
Ubedilah mengingatkan, masyarakat lelah dan gelisah soal kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Jika persoalan ini terus berlarut akibat fokus pemerintah pecah, ada potensi akan lebih sulit mengendalikan kegelisahan masyarakat.
Sementara itu, pendiri LSM Lingkar Madani Ray Rangkuti mengingatkan bahwa pencaplokan Partai Demokrat bukanlah termasuk agenda pemerintah. "Ini jelas agenda pribadi Kepala KSP Moeldokomeskipun saya bertanya-tanya kenapa dibiarkan," kata Ray.
Ray menilai tidak menguntungkan bagi pemerintah untuk mengesahkan KLB Partai Demokrat yang berisiko menimbulkan gejolak politik. "Padahal, ini tidak lebih dari ambisi pribadi salah satu pembantu Presiden," ucap Ray.
Ray menduga Moeldoko salah kalkulasi karena terbuai oleh janji-janji manis makelar-makelar politik yang membujuknya. "Orang seperti Pak Moeldoko sudah terlalu terbiasa bekerja pada tataran strategis sehingga luput atau tidak sempat mengecek pelaksanaannya di lapangan. Inilah yang jadi ladang subur bagi para makelar politik untuk mengumbar janji guna mencari pendanaan, lalu membuat laporan asal bapak senang," ujarnya.
Baca juga : Ini Alasan Bambang Widjojanto Mau Jadi Kuasa Hukum Demokrat