REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Departemen Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nabil Ahmad Fauzi menyampaikan empat alasan PKS tetap mendorong agar Undang-Undang Pemilu tetap perlu direvisi. Pertama, PKS menyoroti kerumitan teknis pelaksanaan keserentakan pemilu.
"Faktor kesiapan dan kerumitan teknis pelaksanaan itu menjadi PR besar bagi kita," kata Nabil dalam diskusi daring, Sabtu (13/3).
Nabil menilai perlu ada persiapan matang serta tahapan yang jelas secara komprehensif dengan simulasi yang bertahap untuk pelaksanaan pemilu-pilkada serentak di 2024. Kemudian PKS juga menyoroti soal pentingnya keberadaan pemimpin daerah yang definitif di tengah kondisi pandemi saat ini.
"Bagaimana kemudian dalam situasi pandemi dalam situasi masyarakat perlu bangkit secara sosial ekonomi kita perlu kepemimpinan yang kukuh secara legitimasi berbasis dari election bukan dari selection," ujarnya.
Selain itu, PKS juga melihat adanya potensi terhambatnya akselerasi pembangunan di daerah jika masa jabatan penjabat terlalu lama bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya akan berakhir di 2022 dan 2023. Ia pun mempertanyakan kemampuan penjabat dalam hal penganggaran kebijakan dengan DPRD setempat.
"Ini kan perlu kepala daerah yang punya basis legitimasi, sementara kalau PJ basisnya adminstraiif saja, ini berbeda dimensinya," ucapnya.
Terakhir PKS melihat pemisahan pilkada dengan pemilu penting untuk membangkitkan ekonomi. Menurut Nabil, dengan aggaran pilkada 2020 yang mencapai 20 Triliun saja Mendagri Tito Karnavian bisa mengatakan pilkada penting untuk mendorong perekonomian.
"Kenapa logika itu tidak kita pakai?" ungkapnya.