Rabu 14 Apr 2021 06:06 WIB

PBB Ingatkan Myanmar Bisa Hadapi Konflik Seperti Suriah

Pelanggaran oleh militer Myanmar berpotensi sebagai kejahatan kemanusiaan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Demontrasi menentang kudeta militer Myanmar.
Foto: Anadolu Agency
Demontrasi menentang kudeta militer Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michele Bachelet mengatakan Myanmar dapat didera perang saudara berdarah seperti Suriah. Menurutnya, hal itu dapat dihindari jika aksi kekerasan terhadap warga sipil di sana segera dihentikan.

Bachelet mengungkapkan banyak pelanggaran HAM berat yang dilakukan militer Myanmar berpotensi dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan harus segera dihentikan. Dia khawatir, jika kekerasan dan kejahatan itu terus berlanjut, Myanmar dapat terperosok ke dalam perang saudara.

Baca Juga

"Komisioner tinggi menyatakan bahwa ada gema yang jelas tentang Suriah pada 2011. Di sana juga, kami melihat protes damai bertemu dengan kekuatan yang tidak perlu dan jelas tidak proporsional," kata juru bicara Bachelet, Ravina Shamdasani, pada Selasa (13/4), dikutip laman Voice of America.

Shamdasani mengatakan penindasan brutal yang dilakukan Pemerintah Suriah terhadap rakyatnya secara konstan, menyebabkan sekelompok individu mengangkat senjata. "Hal itu diikuti spiral kekerasan ke bawah dan meluas dengan cepat di seluruh negeri," ujarnya.

Konflik sipil Suriah telah berlangsung selama 10 tahun dan belum menunjukkan bakal berakhir dalam waktu dekat. Shamdasani mengungkapkan, akhir pekan lalu di Myanmar sangat mematikan. Militer Myanmar yang dikenal dengan nama Tatmadaw menyerang warga sipil dengan granat berpeluncur roket dan tembakan mortir. Sedikitnya 82 orang dilaporkan tewas.

Beberapa orang menggunakan senjata darurat untuk membela diri. Bentrokan antara militer dan kelompok bersenjata berbasis etnis di negara bagian Kachin, Shan, dan Kayn semakin meningkat. "Saat penangkapan berlanjut, dengan sedikitnya 3.080 orang saat ini ditahan, ada laporan bahwa 23 orang telah dijatuhi hukuman mati setelah persidangan rahasia, termasuk empat pengunjuk rasa dan 19 lainnya yang dituduh melakukan pelanggaran politik serta pidana. Penangkapan massal telah memaksa ratusan orang bersembunyi," kata Shamdasani.

Bachelet, kata Shamdasani, menyebut situasi itu tidak bisa dibiarkan. Dia menyerukan negara-negara memutus pasokan senjata dan keuangan kepada junta militer Myanmar. Hal itu diharapkan dapat mengakhiri penindasan dan pembantaian terhadap warga sipil di sana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement