Jumat 16 Apr 2021 11:09 WIB

Pendidikan Pancasila tak Wajib? Komisi X: Revisi PP 57/2021

PP 57/2021 ditandatangani Presiden Jokowi pada 30 Maret 2021.

Red: Mas Alamil Huda
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (bermasker putih).
Foto: Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (bermasker putih).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mendesak pemerintah segera melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Beleid yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Maret 2021 itu tidak memuat Pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib untuk siswa maupun mahasiswa. 

“Kami meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera mengajukan draf revisi atas PP 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Revisi itu harus memastikan jika Pendidikan Pancasila merupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh peserta didik baik di tingkat dasar, menengah, dan perguruan tinggi,” ujar Syaiful Huda dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Jum’at (16/4).

Huda menjelaskan, Pendidikan Pancasila merupakan salah satu pilar pendidikan untuk membentuk karakter cinta Tanah Air peserta didik. Menurutnya, Pancasila mengandung banyak konten penting dalam pengembangan sikap hidup, etika, dan integritas bagi peserta didik.

“Pancasila juga berperan penting untuk menginspirasi generasi muda di Tanah Air jika Indonesia dibangun atas nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, musyawarah mufakat, dan keadilan sosial. Nilai-nilai ini sangat penting terlebih dewasa ini banyak nilai-nilai yang datang dari luar yang ingin membawa Indonesia sebagai negara sekuler atau negara berbasis agama,” katanya.

Pendidikan Pancasila, kata Huda, harus eksplisit disebutkan sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan nasional. Menurutnya, keberadaan Pendidikan Pancasila tidak bisa diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan yang tersebut wajib dalam PP 57/2021.

“Jika Pendidikan Pancasila tidak disebutkan secara eksplisit dalam kurikulum sebagai pelajaran wajib maka dimungkinkan muncul banyak intreprestasi dari penyelenggara maupun tenaga kependidikan. Nanti bisa saja muncul satu sekolah mewajibkan Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran, sekolah lain tidak mewajibkannya,” katanya.

Politikus PKB ini tidak ingin berpolemik terkait penyebab penghapusan Pendidikan Pancasila. Apakah ada unsur kesengajaan atau murni keteledoran. Namun yang pasti penghapusan Pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan merupakan langkah mundur dan berbahaya.

“Kami tidak ingin menduga-duga apa penyebab Pendidikan Pancasila terhapus dalam PP 57/2021, tapi yang jelas kami sangat menyesalkan fakta ini,” katanya. 

Lebih jauh Huda menilai banyak konten dari PP 57/2021 yang multitafsir. Seperti pelajaran Bahasa sebagai pelajaran wajib. Di sini tidak dijelaskan bahasa apa yang menjadi konten pelajaran wajib. Apakah Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, atau bahasa yang lain.

“Dalam regulasi sekelas PP yang menjadi aturan pelaksanaan dari regulasi di atasnya diksinya harus to the point. Kami mendesak pelajaran bahasa yang menjadi mata pelajaran wajib dalam PP 57/2021 adalah Bahasa Indonesia” tukasnya. 

Huda juga mempertanyakan penghapusan Badan Standar Nasional Pendidikan(BSNP) sebagai lembaga pengendali mutu Pendidikan. Dalam PP 57/2021 Pasal 34 disebutkan jika pengembangan, pelaksanaan, pelaporan capaian standar nasional Pendidikan akan dilakukan suatu badan yang bertanggungjawab kepada Menteri tanpa disebutkan institusinya. Sedangkan dalam PP 19/2005 disebutkan eskplisit lembaga pengendali mutu Pendidikan adalah BSNP.

“Kemendikbud harus menjelaskan apakah BNSP akan dipertahankan atau akan diganti dengan entitas baru,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement