REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) meyakini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri, Stepanus Robin Pattuju tidak 'bermain' sendiri dalam kasus penerimaan hadiah atau janji terkait perkara Wali Kota Tanjungbalai tahun 2020-2021. Stepanus telah ditetapkan tersangka oleh KPK.
"ICW meyakini penyidik Robin tidak bertindak sendiri dalam perkara dugaan suap atau gratifikasi ini," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (23/4).
Karena, menurut Kurnia, dalam proses untuk merealisasikan janjinya, yaitu menghentikan perkara pada tingkat penyelidikan, merupakan kesepakatan kolektif bersama penyidik lain. Dan tentunya, kesepakatan itu juga memerlukan persetujuan dari atasannya di kedeputian penindakan.
"Pertanyaan lanjutannya, 'Apakah ada penyidik lain yang terlibat?' Atau bahkan lebih jauh, 'Apakah atasannya di kedeputian penindakan mengetahui rencana jahat ini?'" ujar Kurnia.
Selain itu, lanjut Kurnia, proses penegakan hukum yang dikenakan kepada Stepanus Robin juga mesti mengarah pada pengusutan atas penerimaan uang sejumlah Rp 438 juta pada rentang waktu Oktober 2020 sampai April 2021.
"Maksud pengusutan tersebut adalah guna mencari informasi, apakah praktik lancung ini baru pertama terjadi atau sebelumnya sudah sering dilakukan oleh tersangka? Jika iya, siapa lagi pihak-pihak yang pernah melakukan transaksi tersebut?" katanya.
AKP Stepanus Robin Pattuju memang diduga bukan hanya menerima suap sebesar Rp1,3 miliar dari Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial (MS). Stepanus Robin diduga juga menerima gratifikasi sejumlah Rp 438 juta dari pihak lain.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya telah mengantongi data awal para pihak yang memberikan uang Rp 438 juta ke AKP Robin. Ali memastikan, pihaknya akan memanggil para pihak tersebut untuk dikonfirmasi lebih lanjut.
"Data awal telah kami miliki. Namun akan didalami lebih lanjut dengan konfirmasi terhadap para saksi yang akan kami panggil dan periksa," kata Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (23/4).
Stepanus bersama Maskur Husain dijadikan tersangka penerima suap dari M Syahrial berkaitan dengan pengurusan perkara di KPK. Suap diberikan kepada Stepanus dengan tujuan agar kasus dugaan korupsi di Pemerintahan Kota (Pemkot) Tanjungbalai yang tengah diusut KPK tidak dilanjutkan.
Awalnya, M Syahrial sepakat menyiapkan dana Rp 1,5 miliar untuk Stepanus dan Maskur agar bisa menghentikan penyelidikan dugaan suap jual-beli jabatan tersebut. Kesepakatan itu terjadi di rumah dinas Wakil Ketua DPR asal Golkar Aziz Syamsuddin.
Namun, dari kesepakatan awal Rp 1,5 miliar, Stepanus dan Maskur baru menerima uang suap total Rp1,3 miliar. Uang itu ditransfer M Syahrial ke rekening bank milik seorang wanita, Riefka Amalia.
Selain suap dari M Syahrial, Stepanus diduga juga telah menerima uang atau gratifikasi dari pihak lain sejak Oktober 2020 sampai April 2021 sebesar Rp 438 juta. Gratifikasi sebesar Rp 438 juga itu ditampung melalui rekening Riefka Amalia.
"KPK kembali menegaskan bahwa memegang prinsip zero tolerance dan tidak akan mentolelir setiap penyimpangan serta memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu," kata Ketua KPK, Firli Bahuri di Jakarta, Kamis (22/4).