REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap mengungkapkan bahwa sebagian pegawai lembaga antirasuah telah menerima Surat Keputusan (SK) penonaktifan. Hal tersebut menyusul hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi sarat peraliham menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Benar bahwa SK dari ketua KPK sudah diterima oleh sebagian besar pegawai yang tidak memenuhi syarat," kata Yudi Purnomo Harahap di Jakarta, Selasa (11/5).
Dia mengatakan, SK tersebut meminta agar para pegawai yang dinonaktifkan agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya kepada atasan langsung mereka. Dia menjelaskan, dampak dari SK tersebut artinya para penyelidik dan penyidik yang tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan hasil TWK, tidak bisa lagi melakukan kegiatan penindakan mereka dan harus menyerahkan perkaranya kepada atasannya.
Dia mengatakan, pegawai KPK tentu akan melakukan konsolidasi untuk langkah yang akan diambil berikutnya menyusul SK tersebut. Dia menegaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menekankan bahwa peralihan status tidak boleh merugikan pegawai.
"Dan amanat revisi UU KPK hanya alih status saja dari pegawai KPK jadi ASN. Dan ketua KPK harus mematuhi itu," katanya.
Sebelumnya, muncul surat keputusan terkait nasib 75 pegawai tersebut. Dalam surat yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri itu meminta pegawai yang TMS dalam TWK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
KPK lantas membantah telah menerbitkan surat tersebut. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan kalau pihaknya bakal melakukan pengecekan keabsahan potongan surat tanpa tanggal dan cap kedinasan yang beredar tersebut.
Belakangan, surat serupa terkait nasib 75 pegawai KPK tersebut kembali beredar di kalangan jurnalis. Surat dengan perintah serupa itu kali ini dibubuhkan tandatangan Plh Kepala Biro SDM KPK, Yonathan Demme Tangdilintin mewakilkan Ketua Firli Bahuri.
Surat keputusan pimpinan KPK soal penonaktifan 75 pegawai itu dibuat tertanggal 7 Mei 2021 dengan nomor 652 Tahun 2021. Meski demikian, kali ini KPK belum memberikan konfirmasi terkait surat yang beredar ke publik tersebut.