Jumat 03 Sep 2021 14:34 WIB

Hamdan Zoelva: Peraturan KPK Soal TWK Batasi HAM

Dalam UUD 1945, pembatasan hak hanya dapat dilakukan melalui ketentuan dalam UU.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva.
Foto: Surya Dinata/RepublikaTV
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status pegawai, telah membatasi hak asasi manusia (HAM). Padahal, dalam Pasal 28J Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pembatasan hak dan kebebasan hanya melalui Undang-Undang (UU), bukan dengan peraturan di bawahnya.

"Peraturan KPK itu sebenarnya sudah membatasi hak yang menurut Undang-Undang Dasar pembatasan hak asasi manusia itu harus dengan Undang-Undang," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai, dalam acara Kajian Islam dan Konstitusi secara daring, Jumat (3/9).

Dia menjelaskan, hak dan kebebasan dapat dibatasi semata-mata untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain dalam rangka menjaga keamanan, ketertiban umum, memenuhi nilai adil, moral, dan agama dalam masyarakat yang demokratis. Dalam UUD 1945 ditegaskan, pembatasan hak pun hanya dapat dilakukan melalui ketentuan dalam UU.

Hamdan mengatakan, dalam putusan nomor 70/PUU-XVII/2019, MK juga sudah menegaskan, pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN. Pertimbangannya, karena para pegawai tersebut telah memperoleh hak sebelumnya dengan benar melalui serangkaian proses rekrutmen dan seleksi.

"Kemudian ke luar, aturan baru yang memberikan pembatasan-pembatasan dan persyaratan baru, menurut hukum ini tidak boleh karena ada perlakuan yang berbeda yang merugikan seseorang yang sudah memperoleh hak sebelumnya dengan benar," ucap Hamdan.

Dia menyebutkan, dalam prinsip hukum, tidak boleh seseorang yang sudah mendapatkan hak secara benar menurut hukum dirugikan oleh aturan yang baru, meskipun aturan tersebut sudah diterbitkan secara benar. Sebab, hal ini menimbulkan ketidakadilan dan tidak adanya kepastian hukum.

Namun, dalam putusan nomor 34/PUU-XIX/2021, kata Hamdan, MK membenarkan adanya pembatasan hak melalui peraturan KPK. Sebab, MK berpendapat, segala peraturan yang dibuat oleh KPK untuk menindaklanjuti UU Nomor 19 Tahun 2019 terkait proses alih status pegawai KPK itu sah-sah saja, sepanjang mematuhi ketentuan perundang-undangan.

"Bagi saya putusan MK nomor 34 ini mengunci kemungkinan pegawai KPK ini dloloskan dalam ASN. Karena itu, tindakan lembaga KPK yang mengeluarkan peraturan dan melakukan tes dan menentukan lolos tidak lolos adalah sudah konstitusional menurut MK," tutur Hamdan.

Sementara itu, Hamdan mengaku berada di pihak empat orang hakim MK yang memberikan alasan berbeda (concurring opinion) dalam putusan uji materi mengenai proses alih status pegawai KPK menjadi ASN itu. Seharusnya, kata dia, para pegawai KPK otomatis menjadi ASN.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement