REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri dan Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (NEGRIT) Hadar Nafis Gumay mengatakan, tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 perlu dibuat sederhana dan tidak rumit. Hal ini agar pelaksanaan pemilihan yang berlangsung pada tahun yang sama itu tidak menambah kerumitan dan beban bagi penyelenggara Pemilu.
"Bagaimana mencari cara supaya proses pemilu kita ini lebih sederhana lebih gampang tapi dengan catatan mereka harus mau mengubah," kata Hadar saat dihubungi, Ahad (6/6).
Ia mencontohkan, tahapan pemutakhiran data pemilih Pemilu tidak perlu dilakukan lagi untuk Pilkada karena pelaksanaan hanya berbeda bulan. "Jadi nggak usah dimutakhirkan, ditambah penambahannya saja, jadi ide-ide seperti itu yang harus kita cari sekarang sehingga lebih ringan," katanya.
Selain itu, ia menilai tahapan lain yang bisa diringkas antara lain pendaftaran, pencalonan, verifikasi partai politik, hingga masa kampanye yang biasanya memakan waktu berbulan bulan. "Kenapa sih nggak buat tiga bulan aja misalnya, kemudian pendaftaran itu juga bisa, pencalonan, verifikasi penetapan partai politik kenapa kita nggak upayakan lebih pendek prosesnya dibantu dengan teknologi informasi," katanya.
Namun, kata Hadar, perubahan perubahan tahapan itu juga perlu diikuti regulasi. Karena itu, ia mendukung adanya revisi terbatas untuk mendukung penyelenggaraan teknis Pemilu dan Pilkada berjalan lancar.
"Tidak perlu mengubah sistem atau hal-hal yang membuat tarik menarik atau perdebatan, kita cari perubahan terbatas yang memang menopang membuat pelaksanaan Pemilu ini itu lebih gampang, biar pemilih lebih mudah dan itu diputuskan dengan cepat sehingga kita bisa langsung mempersiapkan, ini kan masih 2,5 tahun ke depan," kata Hadar.
Sesuai regulasi yang ada, pelaksanaan Pilkada dan Pemilu digelar pada 2024. Karena itu, Hadar mengatakan, dipastikan lebih dari separuh persiapan Pilkada 2024 dilakukan saat tahapan Pemilu 2024 juga sedang berlangsung.
Ini akan mengakibatkan pekerjaan menjadi bertumpuk. Menurutnya, jika ini dipaksakan berpotensi akan menambah kerumitan dan beban berat penyelenggara sehingga berdampak pada hasil dan kualitas pemilihan itu sendiri.
Padahal, Hadar mengatakan, konsekuensi pemungutan suara Pemilu 2024 digelar terlalu dekat dengan Pilkada 2024, yakni membuat beban kerja penyelenggara Pemilu semakin bertumpuk. "Karena waktu sulit geser lagi maunya gitu, nah kelemahan pekerjaan yang bertumpuk itu yang harus kita cari jalan keluar, dengan membuat hal hal yang bisa diperpendek ya perpendek, sehingga irisannya tidak terlalu banyak," kata Hadar.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2012-2017 itu melanjutkan, jika pemilihan Pemilu dan Pilkada 2024 digelar agak berjauhan pada tahun yang sama 2024 maka akan lebih banyak waktu untuk penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada tersebut.
Sebelumnya, rapat bersama Komisi II DPR dengan pemerintah dan penyelenggara pemilihan umum memajukan waktu pemungutan suara Pemilu 2024 dari 21 April ke 28 Februari 2024, sedangkan hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 pada Rabu 27 November 2024. Rapat juga memajukan tahapan Pemilu 2024 dimulai 25 bulan sebelum hari pemungutan suara yakni pada Maret 2022.