Jumat 11 Jun 2021 07:03 WIB

Setengah Mati Pertahankan Kualitas Pendidikan Saat Pandemi

Pemerintah segera menggelar PTM karena sekolah daring dinilai tidak efektif.

Red: Karta Raharja Ucu
Sejumlah murid mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) tahap 2 di SDN Kebayoran Lama Selatan 17 Pagi, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Dinas Pendidikan DKI Jakarta menggelar uji coba pembelajaran tatap muka tahap 2 yang diikuti 226 sekolah.
Foto:

Sesuai laporan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim kepada Komisi X DPR RI, saat ini guru yang divaksinasi baru 1,54 juta atau 28 persen dari 5,6 juta. Sementara, Kementerian Kesehatan memiliki persediaan 75 juta vaksin. Namun, Kemendikbudristek melaporkan pelaksanaan vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) yang sudah berjalan selama ini lebih banyak PTK yang berada di kota besar. DKI, misalnya, telah memvaksinasi 78 persen, DIY 75 persen, Jatim 35 persen, Jawa Barat 34 persen, Maluku Utara hanya 3 persen, dan Aceh 2 persen saja.

Jika memang pembelajaran tatap muka digelar, Prof Cecep menyarankan tidak ada jeda istirahat. Misalnya, sekolah sampai pukul 11 atau setengah 12, siswa diminta langsung pulang ke rumah.

"Kemudian dipilih juga untuk pembelajaran tertentu yang pokok-pokok saja, selebihnya masih bisa melakukan daring," kata Prof Cecep.

"Yang terpenting," ujar Prof Cecep menambahkan, "Anak-anak setelah belajar langsung pulang ke rumah."

photo
Pengamat pendidikan sekaligus Guru Besar UPI, Cecep Darmawan. - (Dokumentasi Pribadi)

 

Dalam pembelajaran daring ini, Kemendikbudristek mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Surat edaran Mendikbud itu diperkuat dengan terbitnya Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Dalam surat edaran ini disebutkan tujuan dari pelaksanaan belajar dari rumah (BDR) adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19, melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19, mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 di satuan pendidikan, dan memastikan pemenuhan dukungan psikososial bagi pendidik, peserta didik, dan orang tua.

Rencana Kemendikbud membuka PTM, menurut Prof Cecep yang juga guru besar UPI Bandung itu, bisa digabungkan dengan sistem BDR atau belajar dari rumah via daring. Namun, Prof Cecep mengakui akan ada kecenderungan terjadinya learning lost ketika pelajaran jarak jauh berlangsung dalam jangka panjang seperti sekarang ini.

"Dua persoalan pokoknya. Pertama, menyangkut substansi materi pelajaran. Kedua, terkait karakter siswa," ujar dia.

Karena itu, menurut Prof Cecep, metode blended learning bisa diterapkan, yakni PTM dibarengi dengan belajar daring dari rumah. "Meski begitu, PTM kali ini harus dimaknai sebagai PTM darurat alias PTM transisional," ujar dia.

Rencana Kemendikbudristek menjalankan PTM disambut positif sejumlah orang tua. Salah satunya Triana Widyanti, seorang ibu yang mengaku tidak masalah mendampingi dua anaknya belajar daring. Namun, ia pun menyambut baik rencana PTM yang akan dilaksanakan pemerintah.

"Asalkan semuanya berjalan sesuai prokes dan insya Allah aman," kata Triana saat dihubungi Republika.co.id.

Triana memiliki dua putra yang selama masa pandemi menjalani belajar daring. Putra pertamanya berada di tingkat sekolah menengah pertama, dan putra keduanya baru masuk TK. Ia berpendapat, PTM diperlukan karena anak-anak bukan hanya membutuhkan pelajaran secara teori.

"Karena anak-anak bukan cuma belajar secara teori, tapi juga butuh praktik dan interaksi sosial," ujar dia.

Dukungan segera digelarnya PTM juga datang dari psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sutarimah Ampuni, S.Psi., M.Si. Alasan Sutarimah mendukung segera digelarnya PTM karena PJJ mempertaruhkan kualitas sumber daya manusia Indonesia pada masa depan. Meskipun begitu, ia menegaskan jika PTM digelar harus memperhatikan protokol kesehatan secara ketat agar tidak menyepelekan kesehatan dan keselamatan.

"Di sisi lain, kualitas anak didik kita, kualitas sumber daya manusia kita ke depan, itu juga sangat dipertaruhkan jika pembelajarannya terus-menerus seperti sekarang. Saya kira karena pelajaran daring itu kualitasnya sangat tidak merata," kata dia.

photo
Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sutarimah Ampuni, S.Psi., M.Si - (Dok pribadi)

 

Sutarimah menjelaskan, PJJ memiliki banyak kekurangan, salah satunya dari faktor orang tua. Para orang tua dari Sabang sampai Merauke, dari desa sampai kota, dari yang berpendidikan hingga yang tidak berpendidikan, dari yang ekonominya kurang sampai yang lebih, semua itu menurut Sutarimah memiliki dampak masing-masing sehingga tidak bisa disamaratakan.

Ia mengakui tantangan PJJ sangat berat. Apalagi, banyak faktor yang menjadi kendala. Misalnya jenis pekerjaan orang tua, fasilitas yang dimiliki di rumah, hingga tingkat pendidikan dan tingkat literasi orang tua, kondisi geografis, dan sebagainya. "Memang tantangan yang sangat berat. Itu salah satu itu yang membuat saya mendukung untuk pembelajaran tatap muka," kata dia.

Dalam telekonferensi, 8 April 2021, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri, mengatakan, hari pertama sekolah ditujukan untuk memperbaiki kondisi psikologis siswa...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement