Kamis 10 Jun 2021 20:06 WIB

Penerapan Zero ODOL Diminta Diundur Dua tahun

Industri tak menolak Zero ODOL, namun sekarang sedang berbenah dari dampak pandemi

Petugas gabungan, termasuk dari PT Jasa Marga menggelar operasi kendaraan angkut  over dimension and over load (ODOL) di Tol Jakarta-Cikampek, beberapa waktu lalu.
Foto: Dok Jasa Marga
Petugas gabungan, termasuk dari PT Jasa Marga menggelar operasi kendaraan angkut over dimension and over load (ODOL) di Tol Jakarta-Cikampek, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal 2020 mengakibatkan pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas mengalami penurunan sebesar 158 persen dari 4,34 persen menjadi minus 2,52 persen. Saat ini industri nasional secara perlahan mulai bangkit kembali kendati masih dibayang-bayangi gelombang pandemi berikutnya.

Kepala Seksi Sumber Daya Industri dan Sarana Prasarana Industri, Subdirektorat Industri Semen dan Barang Dari Semen Kemenperin, Ashady Hanafie, mengatakan banyak perusahaan yang tutup akibat pandemi yang berakibat penurunan tenaga kerja. Tercatat, jumlah tenaga kerja industri sampai dengan Februari 2021 mengalami penurunan sebesar 5 persen (yoy).

Melihat kondisi itu, Ashady meminta agar permasalahan yang dihadapi industri saat ini jangan dulu dibebani lagi dengan hal-hal lain seperti kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) yang akan diterapkan pada awal 2023. Dia meminta semua pihak bersama-sama menjaga agar kondisi industri di Indonesia ini tetap kondusif.  

Karenanya pula, Ashady meminta agar kebijakan Zero ODOL ini bisa diundur lagi hingga 2025 mendatang. "Sampai kondisi sektor industri yang tengah terpuruk saat ini bisa pulih kembali," ujarnya dalam acara FGD bertajuk “Kebijakan Zero ODOL, Kesiapan Industri dan Tantangan Menjaga Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19", yang diselengagarakan Warta Ekonomi, Kamis (10/6). 

Menurut Ashady industri saat ini sedang fokus pada upaya bertahan agar tidak sampai tutup. Sejak pandemi melanda, industri telah kehilangan waktu selama dua tahun untuk persiapan penerapan kebijakan Zero ODOL. “Saya yakin tadinya semua industri pasti komitmen untuk menjalankan kebijakan Zero ODOL ini pada awal 2023. Tapi, karena tiba-tiba terjadi pandemi, mereka cuma meminta kelonggaran waktu hingga 2025 mendatang,” tukasnya.  

Ashady mengatakan penerapan kebijakan Zero ODOL memerlukan perencanaan tepat sasaran agar tidak berdampak negatif khususnya pada perkembangan industri.  Untuk suksesnya penerapan kebijakan Zero ODOL diperlukan tiga hal yang harus segera diselesaikan. Di antaranya adalah penyesuaian KEUR/KIR yang ada terhadap desain kendaraan dan kelas jalan, kebijakan penerapan multi axle, dan peningkatan kualitas daya dukung jalan sesuai kelas jalan.

“Apabila penyesuaian belum dapat dilaksanakan dan kondisi industri masih belum membaik atau bahkan kembali memburuk,  maka dapat dipertimbangkan untuk melakukan penyesuaian kembali waktu pemberlakuan kebijakan Zero ODOL secara penuh,” kata dia. 

Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana mengatakan pemerintah tidak bisa jalan sendiri meregulasi sesuai dengan keinginannya tanpa melibatkan private sector. Pemerintah juga perlu mendengarkan permasalahan yang sedang dihadapi pengusaha. 

Pelaku industri dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) yang diwakili Agung Wibowo dan Rachmat Hidayat dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menyampaikan bahwa pada prinsipnya industri tidak menolak Zero ODOL. Ini dibuktikan dengan keseriusan industri mempersiapkan diri menuju terwujudkan Zero ODOL. 

Tapi, kalangan pengusaha meminta agar penerapan Zero ODOL ini dilakukan pada awal 2025. Alasannya, pelaku industri saat ini sedang berbenah untuk pulih kembali dari situasi yang terpukul karena pandemi Covid-19.  

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement