Senin 14 Jun 2021 00:55 WIB

Golkar, Digagas Sukarno Dipanen Suharto

Akbar Tandjung mengubah Golkar dari alat antipartai jadi alat partai sesudah Orba.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
David Reeve (tengah) bersama dengan Prof Adrian Vickers dan Natali Pearson.
Foto:

ABRI Mulai Masuk Politik

Pada tahap kedua, Golkar berada dalam kuasa AH Nasution. Lebih tepatnya, saat ABRI mulai mencari format untuk masuk ke dalam politik.  Secara de facto, ABRI memang sudah masuk dalam politik tapi masih harus mencari pengesahan. 

Ide bahwa ABRI akan dianggap golongan fungsional menjadi hal  menarik bagi Nasution. Jika sistemnya demikian, maka ABRI bisa menjadi golongan fungsional yang berfungsi berkarya dalam masyarakat sehingga dapat masuk ke berbagai lembaga. Dari sini, ABRI pun mulai menyusun sejumlah organisasi seperti Buruh Militer (Bumil), Tani Militer (Tamil) dan sebagainya.

Pada era tersebut, David tak menampik, Sukarno memang pencetus konsep fungsional. Namun kelompok yang cepat membangun organisasi, yakni angkatan darat di bawah Nasution. Karena gagal menciptakan golongan karya, Sukarno kembali kepada partai dengan konsep Nasakom lalu mengesahkan peran partainya dalam sistem Indonesia.

"Anehnya Sukarno yang antipartai pada 1956 menjadi pro partai pada 1960. Nasakom dianggap inti demokrasi terpimpin tapi itu tidak benar. Intinya adalah golongan fungsionil yang ingin diciptakan Sukarno. Dengan kegagalan penciptaannya, dia kembali kepada partai," katanya.

Pada 1960, ABRI mulai mengembangkan organisasi golongan karyanya. Lalu tibalah di era Suharto di mana dia menjanjikan Pemilu pada 1971. Setelah mencari-cari format yang ada, Suharto akhirnya kembali kepada alat yang sudah ada di angkatan darat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement