REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah mengingatkan potensi leaderless jelang Pemilu 2024. Presiden Jokowi harus menunjukkan powernya sebagai presiden yang membela kepentingan mayoritas rakyat Indonesia.
Dikatakan Toto, tensi politik nasional jelang Pemilu 2024 mendatang harus diwaspadai. Kondisi ini sangat potensial melahirkan leaderless, yang membuat pemerintahan tak berjalan efektif."Hal itu, antara lain, dipicu oleh dukungan rakyat yang makin merosot dan dukungan partai politik propemerintah yang mulai melemah,” kata Toto dalam siaran persnya, Selasa (15/6).
Toto mengingatkan agar tidak menganggap sepele potensi politik nasional jelang Pemilu 2024. Berbagai potensi gejolak sangat rawan terjadi, dan bukan mustahil berujung dengan leaderless.
Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA itu, mengatakan jika pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi tidak peka merespon hal ini, rakyat akan semakin liar dan tak terkontrol menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini karena pemerintah dianggap bukan saja tidak hadir dalam berbagai isu penting nasional yang public interest, tapi juga karena banyak kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat.
Toto menyebut isu penting nasional itu antara lain, soal penegakan hukum yang dianggap tidak adil karena tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, isu pelemahan KPK dengan pemberhentian puluhan penyidiknya lewat TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) yang sangat kontroversial, dan ada juga isu ancaman demokrasi dan kedaulatan negara.
Dalam kontek tersebut, kata Toto, masyarakat akan menganggap Jokowi sebagai presiden tidak mampu berbuat. Bahkan, dalam kaitan dengan isu pelemahan KPK, Jokowi akan dianggap membiarkan kasus ini berlarut larut dengan menguras banyak energi publik. Termasuk, pada saat lebih dari 70 guru besar se-Indonesia menyampaikan sikapnya tanpa ada respon serius dari Presiden.
Kondisi buruk seperti itu, menurut Toto, akan sangat rawan mengundang berbagai spekulasi liar. Misalnya, Presiden dianggap tak lagi mampu mengontrol para pembantunya, Presiden dianggap menjadi bagian yang ikut melemahkan KPK khususnya dan penegakan hukum yang adil pada umumnya, atau bisa juga publik menganggap ada kekuatan tak ‘berwujud’ yang mengendalikan Presiden.
Yang memprihatinkan, dalam pengamatan Toto, di tengah kondisi yang seperti itu muncul berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat. Sebut saja, isu pemberlakuan PPN buat Sembako dan pendidikan yang dinilai akan makin memberatkan rakyat di tengah kondisi yang memang sudah sulit.
“Dalam kondisi yang seperti inilah, harusnya Jokowi menunjukkan powernya sebagai presiden. Bahwa dia hanya setia kepada kepentingan mayoritas rakyat, bukan pada kepentingan segelintir orang. Jika tidak berani mengambil langkah itu, pelan tapi pasti Jokowi akan menjadi presiden yang powerless diujung kepemimpinannya,” tegasnya.
Apalagi, lanjut Toto, jelang masuk masa Pemilu Presiden, Pileg dan Pilkada pada 2024 nanti, semua kekuatan politik di parlemen mulai fokus pada target memenangkan kontestasi politik lima tahunan tersebut. Dan saat itulah, semua partai politik akan mencari aman sendiri-sendiri dengan tidak lagi bergantung kepada presiden, apalagi diatur presiden.
“Saya hanya khawatir, pada saatnya nanti Pak Jokowi sudah tak lagi didengar titahnya oleh para pendukungnya, bahkan oleh para pembantunya. Sudah kehilangan dukungan rakyat, juga ditinggalkan partai politik pendukungnya. Ini akan menjadi ending yang tragis buat Pak Jokowi,” ungkapnya.
Padahal, menurut Toto, sekarang inilah saatnya Pak Jokowi menggunakan kekuatannya untuk mengakhiri kepemimpinannya dengan legacy yang baik. “Jangan kita membiarkan Pak Jokowi dikenang sebagai presiden yang meninggalkan warisan buruk, mulai dari penegakan hukum sampai ke merosotnya indeks demokrasi,” ungkap Toto.