Rabu 23 Jun 2021 17:52 WIB

Ivermectin yang tak Boleh Asal Dikonsumsi

BPOM tegaskan masyarakat hanya boleh konsumsi Ivermectin dengan resep dokter.

Red: Indira Rezkisari
 Obat Ivermectin untuk manusia tampak didistribusikan di Kota Quezon, Manila, Filipina. Ivermectin sedang menjadi pembahasan publik karena disebut efektif obati Covid-19. BPOM hingga kini masih melakukan uji klinik untuk Ivermectin.
Foto: EPA-EFE/ROLEX DELA PENA
Obat Ivermectin untuk manusia tampak didistribusikan di Kota Quezon, Manila, Filipina. Ivermectin sedang menjadi pembahasan publik karena disebut efektif obati Covid-19. BPOM hingga kini masih melakukan uji klinik untuk Ivermectin.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Muhammad Nursyamsi, Antara

Penggunaan Ivermectin sebagai obat untuk menyembuhkan Covid-19 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Di media sosial, termasuk di WhatsApp bermunculan testimoni positif dari penyintas Covid-19 yang merasakan manfaat Ivermectin. Di sisi lain banyak pakar kesehatan yang ramai menilai Ivermectin tidak bisa begitu saja ditetapkan sebagai obat Covid-19.

Baca Juga

Guru Besar Farmasi UGM, Prof Zullies Ikawati, mengingatkan masyarakat tidak asal mengonsumsi obat yang diklaim dapat menyembuhkan Covid-19. Termasuk, Ivermectin, obat antiparasit yang disebut berpotensi menjadi obat covid.

Ia menekankan, obat Ivermectin ini belum disetujui penggunaannya untuk terapi Covid-19. Bahkan, lanjut Zullies, obat ini belum memiliki panduan penggunaan seperti dosis dan aturan konsumsi jika diberikan bagi pasien Covid-19.

"Yang beredar di WhatsApp banyak, tapi benar atau tidak kan kita tidak tahu itu dari mana. Siapa yang akan memantau kalau dipakai sendiri," kata Zullies, Rabu (23/6).

Satu tim peneliti di Australia pernah merilis hasil penelitian secara in-vitro yang menunjukkan, obat tersebut dapat memiliki efek antiviral kepada SARS-CoV-2. Namun, perlu pengujian memastikan efektivitas dan keamanan jika digunakan manusia.

"Obat untuk Covid, untuk bisa dipastikan harus ada pengujiannya. Tidak bisa hanya in-vitro lalu langsung dipakai, dasarnya kurang kuat," ujar Zullies.

Obat Ivermectin, kata Zullies, tidak banyak ditemukan di Indonesia karena penyakit cacing ataupun parasit yang diobati dengan obat ini sudah jarang ditemukan. Obat Ivermectin yang beredar lebih banyak obat yang masih diperuntukkan bagi hewan.

Uji klinik obat untuk terapi Covid telah dilakukan di sejumlah negara, dengan data bervariasi dari dosis dan durasi penggunaan. Data dari pengujian ini yang dibutuhkan untuk mendapat izin BPOM sebagai lembaga yang melakukan pengawasan.

"Badan POM membutuhkan data uji klinis yang bisa berasal dari negara lain asal metodologi dan jumlah subjek memadai, dosisnya sesuai, dan parameter penilaian luaran klinisnya sesuai," kata Zullies.

Ia meminta masyarakat jangan terlalu cepat percaya kepada pengakuan penyintas Covid-19 yang sembuh berkat mengonsumsi obat ini. Hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut dengan penelitian dan data-data pembanding.

"Bisa saja itu kebetulan. Karena itu, harus ada riset yang benar untuk memastikan apa benar itu karena ivermectin atau bukan," kata Zullies.

Ia menambahkan, obat-obat yang dirasa aman dikonsumsi untuk terapi telah termuat dalam pedoman tata laksana Covid-19. Demi keamanan, obat yang dikonsumsi sebaiknya obat yang diresepkan dokter dan diberikan sesuai kondisi masing-masing pasien.

"Kalau diresepkan dokter tidak masalah, tapi jangan pakai sendiri," ujar Zullies.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan data hasil uji klinik penggunaan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 hingga saat ini belum tersedia. Artinya, Ivermectin belum dapat disetujui digunakan untuk keperluan pengobatan Covid-19.

Menurut siaran informasi di laman resmi BPOM yang dikutip pada Rabu (23/6), khasiat Ivermectin untuk pengobatan pasien Covid-19 masih perlu dibuktikan melalui uji klinik. BPOM juga menyatakan bahwa penggunaan Ivermectin untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19 harus atas persetujuan dan di bawah pengawasan dokter.

"Jika masyarakat memperoleh obat ini bukan atas petunjuk dokter diimbau berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum menggunakannya," demikian imbauan BPOM dalam siaran informasi di laman resminya.

Penggunaan Ivermectin tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping seperti nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson. BPOM meminta warga tidak membeli Ivermectin tanpa resep dokter dan membelinya di fasilitas pelayanan kefarmasian resmi seperti apotek dan rumah sakit jika mendapat resep dari dokter untuk menggunakan obat itu.

Selain itu, warga diminta berkonsultasi dengan dokter terlebih dulu jika hendak menggunakan obat Ivermectin. Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis).

Obat itu diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg berat badan dengan pemakaian satutahun sekali. Ivermectin tergolong obat keras yang pembeliannya harus dilakukan dengan resep dokter dan penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter.

Karena penggunaan Ivermectin untuk pengobatan pada manusia di Indonesia masih baru, BPOM memberikan batas waktu kedaluwarsa enam bulan untuk obat tersebut. Masyarakat diminta tidak menggunakan obat tersebut lebih dari enam bulan dari tanggal produksi yang tertera.

Guna mengetahui khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan Covid-19 di Indonesia, uji klinik sedang dilakukan di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatanserta Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa rumah sakit. BPOM akan memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil penelitian tersebut serta melakukan pembaruan informasi terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 melalui komunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan badan otoritas obat negara lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement