REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Pukovisa Prawiroharjo tak banyak kata dalam menanggapi ditangkapnya dokter Lois Owien oleh Kepolisian karena dinilai menyiarkan berita bohong soal Covid-19. Menurut dr Pukovisa, kasus itu memang selayaknya ditangani aparat penegak hukum.
"Kami bantu terlebih dahulu proses hukum terhadap beliau," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (13/7).
Dokter Lois Owien ditangkap petugas Polda Metro Jaya, Ahad (11/7). Ia ditangkap atas dugaan penyebaran berita bohong di media sosial yang kemudian menghalangi penanggulangan wabah penyakit virus Covid-19 di Indonesia.
"Dengan sengaja yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat dan atau menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah penyakit menular yang ia lakukan di beberapa platform media sosial," ujar Kabagpenum Polri Kombes Polisi Ahmad Ramadhan dalam konferensi secara virtual, Senin (12/7).
Namun, usai diperiksa dr Lois tidak ditahan. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi, mengatakan saat menjalani pemeriksaan dokter Lois Owien mengakui kesalahannya atas sejumlah opini mengenai Covid-19. Kemudian Lois juga dipercaya tidak akan melarikan diri, sehingga yang bersangkutan tidak lagi dilakukan penahanan.
"Yang bersangkutan menyanggupi tidak akan melarikan diri. Oleh karena itu saya memutuskan untuk tidak menahan yang bersangkutan, hal ini juga sesuai dengan konsep Polri menuju presisi yang berkeadilan," ujar Slamet dalam keterangannya, Selasa (13/7).
Menurut Slamet, Lois juga memberikan sejumlah klarifikasi atas pernyataannya selaku dokter atas fenomena pandemi Covid-19. Segala opini terduga yang terkait Covid-19, diakuinya merupakan opini pribadi yang tidak berlandaskan riset. Ada asumsi yang ia bangun, seperti kematian karena Covid-19 disebabkan interaksi obat yang digunakan dalam penanganan pasien.
"Pokok opini berikutnya, penggunaan alat tes PCR dan swab antigen sebagai alat pendeteksi Covid yang terduga katakan sebagai hal yang tidak relevan, juga merupakan asumsi yang tidak berlandaskan riset," ujar Slamet menjelaskan.