REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa pekan terakhir, ikon semangka muncul kembali di media sosial. Buah ini kebetulan cocok dengan warna bendera Palestina yang bercorak merah, hijau, putih, dan hitam.
Sejumlah warga Palestina mengatakan bahwa emoji semangka dipakai untuk mencegah dan menghindari penyensoran daring dan moderasi konten. Para pengguna media sosial yang mengunggah emoji, gambar, dan karya seni tersebut adalah warga Palestina di Israel, wilayah pendudukan, dan diaspora, bersama dengan pendukung mereka.
Mereka menggunakan emoji semangka untuk mencerminkan aktivisme dan menyamarkan solidaritas Palestina secara daring di luar batas politik dan geografis konvensional.
“Seni terkadang bisa lebih politis daripada politik itu sendiri,” ujar Khaled Hourani, seorang seniman Palestina yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat, dikutip dari laman Selandia Baru, Stuff, Senin (19/7).
Karya dari Hourani telah ditampilkan di antara gambar semangka yang beredar di dunia maya. Simbolisme semangka membentang kembali ke taktik pengorganisasian Palestina sebelum intifada pertama, periode sebelum kesepakatan Oslo 1993 menciptakan Pemerintahan Palestina dan menggerakkan proses perdamaian yang sekarang sudah tidak ada lagi.
Kini, semangka telah menemukan resonansi baru. Seniman Palestina menggunakan gambar buah ini sebagai metafora untuk bendera Palestina dan menghindari larangan.
Secara daring, tradisi itu tetap ada. Warga Palestina tidak percaya pada platform media sosial dan dibayang-bayangi pengawasan Israel.
Jutaan unggahan media sosial yang sebagian besar mendukung Palestina telah dihapus dengan semena-mena oleh Facebook dan Twitter dalam beberapa bulan terakhir. Langkah itu telah meningkatkan kemarahan orang-orang Palestina yang telah lama merasa bahwa kebebasan bicara mereka secara daring terlalu banyak dihilangkan.
Bahkan, tagar dan akun terkait Palestina juga diblokir atau kontennya dihapus. Baik Instagram, Facebook, dan platform media sosial lainnya menolak tuduhan bahwa mereka sengaja memoderasi, menyensor, atau mengabaikan konten Palestina atau pro-Palestina. Perusahaan mengklaim mereka hanya melarang unggahan yang menghasut atau mengagungkan kekerasan sebagai bagian dari menegakkan peraturan.
"Kami tahu ada beberapa masalah yang memengaruhi kemampuan berbagi di aplikasi kami. Kami meminta maaf kepada siapapun yang merasa tidak dapat menarik perhatian pada peristiwa penting atau yang merasa ini adalah peredaman suara yang disengaja," jelas juru bicara Facebook Andy Stone.