Sementara itu, dalam pemaparannya, Direktur Kerjasama Pengembangan Ekspor Kemendag RI, Marolop Nainggolan, M.A menyampaikan, Selama pandemi Covid-19, terhitung pada bulan Juli 2020 nilai ekspor sektor non migas Indonesia naik sebesar 163,30 miliar dolar AS dan surplus perdagangan naik 21 Miliar dolar di tahun 2021. "Ini pertumbuhan ekspor terbesar sejak tahun 2011,” kata Marolop.
Produk ekspor tertinggi dari sektor non migas tersebut, kata Marolop, meliputi kopi, teh dan rempah yang pertumbuhannya lebih dari 56 persen. Sementara, Kapulaga meningkat 132 persen diikuti kayu manis dan vanila.“Kami mengekspor rempah terbesar di negara China, India, Arab, dan Bangladesh,”tuturnya.
Tak hanya rempah, kelapa juga menjadi penyumbang ekspor terbesar di tahun 2020 dengan jumlah ekspor mencapai 36 miliar dolar AS pada perioda Januari hingga Mei. Kelapa di ekspor ke 5 negara diantaranya, Amerika Serikat, Srilanka, China, Belanda, Malaysia dan Thailand.
Sementara itu, Dirjen Industri Agro Kemenperin RI, Ir. Putu Juli Ardika juga mengungkapkan, sejumlah industri tertentu diizinkan beroperasi selama Pandemi Covid-19. Industri tersebut meliputi, industri makanan, kritikal, essensial, dan indutri yang tujuannya ekspor.
“Industri di masa pandemi diizinkan beroperasi. Ada namanya izin operasi dan mobilisasi kegiatan industri. Kebijakan ini tentunya cukup bagus, karena nilai ekspor kita bisa bertahan atau bahkan ditingkatkan,”ungkap Putu.
Tak hanya itu, lanjut Ir. Putu Juli Ardika, aturan itu juga membantu kapasitas industri dan keluhan pangan masyarakat di masa pandemi. Namun, untuk menetapkan aturan tersebut, Pemerintah harus melakukan sejumlah hal, seperti memikirkan bagaimana dampaknya untuk kesehatan, bagaimana menjaga daya beli masyarakat, dan bagaimana menjaga ketahanan industri dan menyiapkan industri pasca covid-19.
“Salah satu kebijakan pemerintah demi meringankan sejumlah industri di tengah Covid-19 yakni, memberikan kebijakan dengan menurunka tarif pph badan dan pph 21 ditanggung pemerintah,” tuturnya.