REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyayangkan sikap Polda Sumatera Selatan yang tidak memverifikasi terlebih dahulu berbagai hal menyangkut rencana keluarga almarhum Akidi Tio menyumbangkan Rp 2 triliun.
"Saya menyayangkan kurangnya verifikasi dana yang akan didonasikan jadi berbuntut panjang," kata anggota Kompolnas, Poengky Indarti saat dikonfirmasi, Rabu (4/8).
Akidi Tio diketahui adalah pengusaha konstruksi asal Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur. Ia meninggal dunia pada 2009 dan dimakamkan di Palembang.
Keluarga Akidi Tio membuat heboh lantaran berencana menyumbang atau memberikan dana hibah kepada Polda Sumatera Selatan senilai Rp 2 triliun untuk penanganan pandemi Covid-19.
Pemberian bantuan itu secara simbolis dilakukan di Mapolda Sumatera Selatan pada Senin (26/7) dan dihadiri Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri, Gubernur Sumsel Herman Deru, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumsel dan Danrem 044/Gapo, Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji. Namun, hingga saat ini, dana tersebut tak kunjung cair lantaran jumlah dana yang berada di rekening tidak mencukupi atau kurang dari Rp 2 triliun seperti yang dijanjikan.
Poengky mengatakan, niat Kapolda Sumsel, Irjen Eko Indra Heri baik untuk mempublikasikan rencana sumbangan tersebut sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat. Namun, jajaran Polda Sumsel seharusnya juga memverifikasi terlebih dahulu mengenai ketersedian, asal usul, legalitas hingga pengelola dana tersebut nantinya.
"Pemberian sumbangan Rp 2 triliun untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Palembang dan Sumatera Selatan tersebut menarik perhatian publik. Ada yang percaya dan tidak percaya dengan besarnya dana tersebut, " ujar Poengky.
Terlebih, polemik in makin jadi perhatian publik ketika dana tersebut belum bisa dicairkan hingga saat ini. Hal ini tentu tidak akan terjadi jika ketersediaan dana bisa diverifikasi sebelumnya untuk melihat hal-hal penting.
"Seperti misalnya apakah dana ada, dari mana asal dana, disetujui atau tidak oleh ahli waris, legalitas dana, pajaknya, bagaimana mekanisme pencairannya, bagaimana pengelolaannya, dan sebagainya," katanya.
Poengky memandang polemik ini memenuhi unsur pidana. Namun, secara pribadi, Poengky menilai polemik sumbangan ini lebih mudah dilihat dari sisi keperdataan, yakni adanya ingkar janji atau wan prestasi. dari si pembuat janji.
"Bagi saya secara keperdataan, lebih mudah dilihat bahwa telah ada ingkar janji atau wanprestasi dari si pembuat janji. Sedangkan untuk masalah pidana, ini menjadi ranah kepolisian untuk melihat potensinya. Secara keseluruhan, masalah ini perlu menjadi evaluasi Polri," katanya.