REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cakupan vaksinasi Covid-19 dosis pertama mencapai 50.630.315 orang per 9 Agustus 2021. Ini berarti vaksinasi dosis pertama sudah menjangkau 24,31 persen dari target vaksinasi 208.265.720 orang.
Sementara itu, baru 11,63 persen atau 24.212.024 orang yang sudah menerima dosis kedua. Capaian Vaksinasi Covid-19 hingga saat ini adalah 109,07 persen tenaga kesehatan sudah mendapatkan dosis pertama dan 100,19 persen sudah mendapatkan dosis kedua.
Sementara untuk petugas pelayanan publik, dari target 17,3 Juta, yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama mencapai 152,5 persen dan yang mendapatkan dosis kedua mencapai 80,6 persen.
Setidaknya 22,93 persen kelompok lansia, 10,87 persen kelompok masyarakat rentan dan umum, serta 8,64 persen target vaksinasi berupa anak dan remaja (12-17 tahun) yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis pertama.
Capaian vaksinasi tersebut dicapai berkat usaha optimal dan gotong royong dengan semua pihak tertutama TNI/Polri, pemerintah daerah, BUMN dan pihak swasta yang turut membantu.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg. Widyawati, MKM mengatakan, Kemenkes terus berupaya meningkatkan percepatan vaksinasi.
Selain membuka vaksinasi massal bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat, Kemenkes juga telah mengeluarkan Surat Edaran yang menginstruksikan seluruh pos pelayanan vaksinasi, Unit Pelaksana Teknis di bawah Kemenkes, seperti Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), RS Vertikal, Poltekkes, di seluruh Indonesia untuk melakukan vaksinasi kepada semua target sasaran tanpa memandang domisili atau tempat tinggal pada KTP.
"Vaksinasi menjadi salah satu upaya penting dalam mengurangi laju penyebaran virus sehingga mengurangi lonjakan kasus dan membawa kita keluar dari pandemi," kata drg Widyawati dalam rilis Kementerian Kesehatan, dikutip Selasa (10/8).
Salah satu strategi pemerintah adalah mengupayakan ketersediaan vaksin dan mempercepat program vaksinasi sehingga semakin banyak masyarakat terlindungi.
Pemerintah juga terus mengupayakan ketersediaan vaksin, baik lewat skema multilateral maupun bilateral demi mencukupi stok yang ada saat ini dan menjaga laju vaksinasi sesuai dengan stok vaksin yang ada.
Seluruh masyarakat Indonesia diminta untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya, karena dengan vaksinasi dan melaksanakan protokol kesehatan yang ketat akan semakin banyak dan semakin cepat masyarakat terlindungi dari Covid-19.
Jawa Barat Butuh Pasok 15 Juta Dosis Vaksin Setiap Bulan
Terkait dengan vaksinasi, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil meminta pemerintah pusat untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 sebanyak 15 juta dosis setiap bulan. Sehingga kekebalan komunal atau herd immunity di Jabar dapat terealisasi pada akhir 2021.
"Kami per bulannya membutuhkan 15 juta dosis sampai Desember. Total 76 juta dosis untuk 37 juta sasaran bisa dilaksanakan," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil saat menghadiri Vicon Audit Stok Vaksin Opname Vaksin Covid-19 bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Senin petang (9/8).
Selain itu, Emil mengusulkan beberapa hal. Usulan itu bertujuan agar pelaksanaan dan pendataan vaksinasi Covid-19 berjalan optimal. Usulan pertama mengenai data vaksin Covid-19 yang didistribusikan oleh pemerintah pusat.
Pada prinsipnya, kata dia, Pemprov Jabar mengapresiasi stakeholders yang membantu dengan berinisiatif menggelar sentra-sentra vaksin di kab/kota. Namun datanya perlu lebih dirapihkan agar kelompok sasaran tercatat di provinsi.
Oleh karena itu, Emil meminta agar data dari sentra-sentra vaksin yang digelar atas inisiatif stakeholders agar dilaporkan juga oleh panitia atau lembaga inisiator melalui aplikasi SMILE (Sistem Monitoring Imunisasi dan Logistik Elektronik).
SMILE, merupakan aplikasi terintegrasi yang digunakan untuk memantau secara real time logisitik rantai dingin vaksin dan penyimpanannya di seluruh titik penyedia vaksin dari provinsi hingga tingkat puskesmas dan rumah sakit.
"Biar mudah dalam kejernihan data, mau jenis vaksinnya apapun kalau boleh melewati provinsi sehingga kalau lapor balik ke Pak Menkes, data yang langsung bisa kami pertanggungjawabkan," katanya.
Emil mendorong vaksinasi yang dilakukan TNI/Polri melalui program Serbuan Vaksin sekarang bisa 100 persen menggunakan data SMILE.
"Sebagian kegiatan TNI/Polri masih dalam proses pelaporan SMILE sehingga pencatatan vaksinasi di provinsi belum bisa dikatakan seratus persen akurat. Ada data yang sudah dirilis tapi ada juga yang belum terlaporkan. Untuk itu kami berharap semua dapat memanfaatkan SMILE dengan lebih baik," paparnya.
Emil juga meminta kejelasan data terkait dengan masyarakat yang disuntik vaksin bukan di tempat asalnya. Sebagai contoh adalah ada warga non-Jabar, tetapi tinggal dan disuntik vaksin Covid-19 di Kota Bandung.
"Kemudian juga ada orang yang ber-KTP Jawa Barat, tapi domisili di provinsi lain. Pertanyaan saya itu dihitung sebagai vaksinnya daerah tersebut tapi sebenarnya warga Jawa Barat. Jangan sampai di lapangan terjadi misdata," kata Emil.
"Jawa Barat juga menyuntikkan warga KTP non-Jawa Barat karena vaksin tidak lagi dibatasi oleh KTP. Dari data BPS ada 3 jutaan orang non-Jawa Barat yang domisilinya di Jawa Barat tapi vaksinnya di Jawa Barat," imbuhnya.
Usulan terakhir Emil adalah meminta agar tenaga kesehatan yag ada di puskesmas tidak dipinjam untuk kegiatan sentra vaksinasi. Karena menurutnya, hal ini membuat kinerja tenaga kesehatan di puskesmas asalnya untuk menyuntikkan vaksin menurun.
"Terakhir, puskesmas ini kerjanya luar biasa, tapi sering tertahan oleh sentra vaksin. Tugas utamanya yang rutin akhirnua agak terganggu karena SDM sering dipinjam untuk sentra vaksin," katanya.
"Sehingga targetnya seolah under perform padahal sedang dalam penugasan. Masukan saya jika ada kegiatan nonrutin yang sentra vaksin kalau bisa SDM-nya jangan mengambil dari puskesmas," imbuhnya.