REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- National Central Bureau (NCB) mengakui nama buronan Harun Masiku tak dipublikasikan pada laman resmi daftar pencarian orang (DPO) atau red notice Interpol. Sekretaris NCB Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Amur Chandra mengungkapkan, penyidik Interpol yang meminta agar nama politikus dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut tak perlu untuk ditampilkan pada laman resmi.
Akan tetapi, Amur memastikan, nama Harun Masiku, masuk dalam sistem Interpol di 194 negara anggota, sebagai salah satu orang atau tersangka yang paling dicari oleh aparat penegak hukum di Indonesia. “Sistem kita yang meminta mau di-publish (tampilkan ke umum-red) atau tidak. Penyidik saat itu meminta untuk tidak perlu di-publish,” kata Amur, dalam konferensi pers resmi NCB Mabes Polri, di Jakarta, Selasa (10/8).
Alasan tak dipublikasikan, kata Amur, bukan karena kesengajaan supaya membuka ruang kecurigaan di masyarakat. Karena, dikatakan dia, akan lebih cepat tertangkap, jika status red notice Harun Masiku, cukup menjadi informasi terbatas bagi para Interpol di seluruh dunia.
Pun, Amur mengatakan, ditampilkan atau tidak pada laman resmi, bukan esensi dari upaya Interpol untuk memburu, dan menangkap Harun Masiku. “Sebenarnya di-publish atau tidak di-publish, itu satu hal yang tidak krusial bagi penyidik. Karena yang penting bagi penyidik Interpol, data (status red notice) itu sudah tersebar ke seluruh negara. Di-publish itu kan, untuk tamplate (gambar) saja, agar orang bisa melihat secara umum saja. Tetapi, menurut kami (Interpol), itu tidak esensi untuk penyidikan,” terang Amur.
Toh, kata dia, seluruh negara anggota, juga tak selalu mempublikasikan nama tersangka yang masuk dalam buronan Interpol. Tetapi yang penting, kata Amur menegaskan, Interpol seluruh dunia, dapat mengakses nama Harun Masiku, sebagai salah satu DPO buruan aparat penegak hukum Indonesia.
“Kita (Interpol) ada jaringan khusus yang disebut i247. Seluruh anggota Interpol bisa mengakses ke sana. Jadi sebagian besar keanggotaan Interpol tidak mem-publish buronannya, karena hanya untuk kepentingan penegak hukum saja. Jadi tidak di-publish, bukan suatu masalah. Karena semua pintu perlintasan (antarnegara), sudah ada data itu,” terang Amur.
Harun Masiku adalah tersangka kasus korupsi suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Kasus tersebut dalam penanganan KPK sejak 2020.
KPK menuduh Harun Masiku menyogok Rp 850 juta, agar KPU memenangkan namanya untuk menjadi anggota pengganti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2019-2024. Akan tetapi, sejak kasus tersebut terbongkar, KPK tak berhasil menangkap Harun Masiku. Sementara si penerima suap, sudah dipenjarakan.
Satu setangah tahun lebih berstatus tersangka, dan buronan, KPK bersama kepolisian tak mengetahui di mana keberadaan Harun Masiku. KPK sejak tahun lalu sudah meminta agar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), mencabut paspor, dan mencegah nama Harun Masiku.
Ada dugaan, sang buronan, sudah tak lagi berada di Indonesia. Akhir Juli 2021, KPK meminta agar NCB Mabes Polri menerbitkan status red notice di Interpol. Namun, Amur mengatakan, perkembangan perburuan Harun Masiku, belum juga membuahkan hasil.