REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban mengumumkan amnesti bagi semua orang di Afghanistan dan meminta warga untuk kembali bekerja seperti biasanya. Pengumuman ini disampaikan menyusul adanya kekhawatiran dari orang-orang di Afghanistan setelah Taliban kembali berkuasa.
Pernyataan amnesti itu disampaikan oleh anggota komisi budaya Taliban, Enamullah Samangani, pada televisi pemerintah Afghanistan, sebagaimana dilansir dari Yeni Safak, Selasa (17/8).
Selain mengumumkan amnesti, Samangani juga meminta para perempuan di Afghanistan untuk bergabung dalam pemerintahan. Dia menyebut kelompoknya tidak ingin perempuan menjadi korban.
"Imarah Islam tidak ingin perempuan menjadi korban. Struktur pemerintahan belum sepenuhnya diklarifikasi, tetapi sesuai dengan pengalaman kami, harus ada kepemimpinan Islam yang penuh dan semua pihak harus berpartisipasi," ujar Samangani.
Pada Ahad (15/8) kemarin, Taliban memasuki ibu kota Kabul dan menguasai Afghanistan untuk pertama kali selama hampir 20 tahun. Dengan runtuhnya pemerintahan sebelumnya, fokus telah beralih pada keselamatan warga sipil dan pengungsi Afghanistan, bersama dengan masa depan negara di bawah Taliban.
Baca juga : PBB Desak Taliban Penuhi Janji Anak Perempuan Boleh Sekolah
Taliban adalah sebuah gerakan para pelajar Islam (Al Harakah Al Islamiyah Lit Thalabah Madaris Ad Diiniyyah), yang sedang belajar di Pakistan. Kata Taliban diambil dari bahasa Afghanistan, yang berarti pelajar, sepadan dalam bahasa Arab.
Gerakan Taliban didirikan pada Juli 1994 di wilayah Kandahar, Selatan Afghanistan. Pada Oktober 1994 secara resmi diproklamirkan. Pada 1995 mereka menguasai beberapa kota penting, termasuk Kabul. Pada 1996, Taliban resmi berkuasa di Afghanistan setelah penguasa sebelumnya melarikan diri ke wilayah Utara, yang hingga kini masih dikuasai kelompok oposisi pro Barat.
Kemunculan Taliban, sebagaimana dituturkan pemimpin tertingginya pada saat itu, Mullah Muhammad Omar, dilatarbelakangi banyak faktor internal dan eksternal. Faktor internal disebabkan adanya perang saudara, konflik dan pembunuhan antara penganut Syiah dan Sunni, demoralisasi, praktek KKN.
Faktor eksternal antara lain pengaruh dan tekanan Pakistan yang ingin mengganti penguasa sebelumnya, Burhanuddin Rabbani, dengan pemimpin oposisi terbesar, Hekmatyar dan Ahmad Syah Masood, serta dukungan Amerika Serikat terhadap gerakan Taliban.