Kamis 09 Sep 2021 14:00 WIB

LBH Desak Pemerintah Selidiki Kebakaran Lapas Tangerang

Lapas Tangerang termasuk yang melebihi kepadatan tinggi sebesar 245 persen.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Ilham Tirta
Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). Sebanyak 41 warga binaan tewas akibat kebakaran yang membakar Blok C 2 Lapas Dewasa Tangerang Klas 1 A pada pukul 01.45 WIB Rabu dini hari.
Foto: ANTARA/HO
Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). Sebanyak 41 warga binaan tewas akibat kebakaran yang membakar Blok C 2 Lapas Dewasa Tangerang Klas 1 A pada pukul 01.45 WIB Rabu dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Publik LBH Masyarakat, Ma'ruf Bajammal mengatakan, pemerintah harus meminta maaf atas peristiwa kebakaran di Lapas Tangerang pada Kamis (9/9). Selan itu, pihaknya juga harus melakukan penyelidikan serta menyampaikan hasilnya secara terbuka kepada publik terkait kebakaran di Lapas Tangerang.

"Peristiwa kebakaran yang terjadi di Lapas Tangerang merupakan salah satu dampak dari permasalahan lapas yang tiada habisnya serta ekses kebijakan hukum pidana yang dominan dengan pendekatan penjara. Hal ini semakin menunjukan betapa buruknya pengelolaan lapas di Indonesia, baik dari sisi kebijakan peradilan pidana terpadu maupun dari manajemen dan keamanan lapas," katanya dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (9/9).

Ia melanjutkan, berdasarkan sistem database pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, per 7 September 2021, Lapas Tangerang termasuk yang memiliki overcrowding yang tinggi sebesar 245 persen. Sedangkan daya tampung Lapas Tangerang hanya mampu menampung sebanyak 600 orang.

Akan tetapi, faktanya Lapas Tangerang hari ini per 7 September 2021 dihuni sebanyak 2.072 orang. Dimana terdapat 1.805 orang merupakan warga binaan pemasyarakatan yang terkait kasus narkotika.

Kondisi overwcrowding dan banyaknya warga binaan pemasyarakatan terkait kasus narkotika yang masuk kategori pengguna atau pecandu semakin menambah daftar permasalahan pendekatan pidana penjara. Dalam perumusan hukum pidana narkotika di Indonesia yang berkonstribusi terhadap overcrowding lapas dan berdampak terhadap pengelolaan lapas di Indonesia yang tidak sigap terhadap kondisi bencana.

"Dalam hal ini, pemerintah harus melakukan reformasi pendekatan pidana penjara dalam hukum pidana dengan alternatif penghukuman non-penjara. Lalu, pemerintah untuk kembali melakukan upaya asimilasi dan integrasi warga binaan pemasyarakatan, terutama yang terkait kasus narkotika dengan kualifikasi pengguna atau pecandu," kata dia.

Baca juga : Korban Kebakaran Lapas Tangerang Bertambah Jadi 44 Orang

Selain itu, ia berharap Kemenkumham harus melakukan pemulihan terhadap warga binaan pemasyarakatan melakukan healing terhadap korban kebakaran. Kebakaran itu dinilai sangat kuat membekas dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan.

"Melakukan langkah-langkah evakuasi dan penyelamatan bagi korban kebakaran Lapas Tangerang dan memberikan perawatan yang intensif bagi korban yang selamat serta pemerintah menanggung biayanya," kata dia.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly mengatakan, lapas kelas 1 Tangerang kelebihan kapasitas hingga 400 persen. Hal itu disampaikan saat meninjau kondisi paska kebakaran yang terjadi di lapas tersebut pada Rabu (7/9).

"Lapas Tangerang ini over capacity 400 persen. Penghuni ada 2.072," ujar Laoly kepada wartawan dalam konferensi pers di Lapas Kelas 1 Tangerang, Rabu (7/9).

Menurut penuturannya, narapidana yang dipenjara di dalam lapas dari beragam kasus. Yang dominan adalah kasus penyalahgunaan narkotika yang mencapai hingga 50 persen dari total kapasitas lapas.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement