REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Michelle Bachelet menyesalkan penggunaan kekuatan berlebihan atau sama sekali tidak beralasan oleh pasukan keamanan Israel terhadap warga Palestina. Dia juga menyoroti tindakan keras terhadap perbedaan pendapat di Palestina.
"Di Wilayah Pendudukan Palestina, saya menyesalkan terus dan meningkatnya penggunaan kekuatan yang berlebihan atau sama sekali tidak beralasan terhadap warga sipil Palestina oleh Pasukan Keamanan Israel,” kata Bachelet pada awal sesi laporan lisan pada sesi ke-48 Dewan Hak Asasi Manusia.
Bachelet mengatakan bahwa pada 2021 sejauh ini, 54 warga Palestina, termasuk 12 anak-anak, telah dibunuh oleh pasukan Israel di Tepi Barat. Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat dari angka tahun lalu.
Lebih dari 1.000 orang terluka akibat peluru tajam. Upaya reguler untuk kekuatan mematikan jelas bertentangan dengan standar internasional. "Saya juga sangat prihatin dengan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat oleh Pemerintah Negara Palestina dalam beberapa bulan terakhir," kata Bachelet dikutip dari Anadolu Agency.
Bachelet juga mengatakan bahwa selama protes yang mengikuti pembunuhan mengejutkan aktivis Nizar Banat pada Juni, Pasukan Keamanan Palestina menggunakan kekuatan tidak dapat dibenarkan terhadap pengunjuk rasa damai. Salah satu stafnya yang memantau protes termasuk di antara banyak yang dipukuli.
"Penangkapan puluhan aktivis pada Agustus menunjukkan bahwa represi semakin dalam. Saya meminta pihak berwenang untuk memastikan keamanan para pengunjuk rasa dan untuk menghormati kebebasan mendasar," ujar Bachelet.
Laporan Bachelet juga menyinggung tentang Afghanistan, Belarus, Kamboja, Republik Demokratik Kongo, wilayah Tigray di Ethiopia, Georgia, Myanmar, Nikaragua, Filipina, Sudan Selatan, Sri Lanka, Sudan, Suriah, Ukraina, Venezuela, dan Yaman. "Saya menyesal bahwa saya tidak dapat melaporkan kemajuan dalam upaya saya untuk mencari akses yang berarti ke Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang" katanya merujuk pada wilayah Cina.