REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Haura Hafizhah, Amri Amrullah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum memutuskan nasib 51 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Puluhan pegawai tak lolos TWK itu akan segera mengakhiri tugas secara otomatis pada Oktober nanti berdasarkan UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
Ketua KPK, Firli Bahuri, Rabu (15/9), mengatakan KPK akan pada waktu memberikan keterangan mengenai kelanjutan nasib pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Saat ini KPK akan lebih dahulu melantik 18 pegawai yang telah melakukan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan beberapa waktu lalu. Pelantikan akan dilakukan oleh Sekretaris Jenderal KPK Cahya H Harefa.
Mantan deputi penindakan KPK itu namun enggan merinci waktu pastinya KPK menjelaskan isu pemecatan pegawai gagal tes aparatur sipil negara (ASN) tersebut. Dia meminta masyarakat agar tidak berspekulasi terlebih dahulu.
KPK saat ini masih sibuk untuk mempersiapkan pelantikan 18 pegawai yang telah dilatih. Dia mengatakan, pelantikan para pegawai itu dilakukan siang ini. "Kita lantik dan ambil sumpah yang 18 pegawai dulu ya," katanya.
TWK menjadi salah satu syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Kendati, ditemukan banyak kecacatan administrasi dan pelanggaran HAM selama proses tes tersebut dilaksanakan.
TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan tes tersebut.
Dalam perkembangannya, dari 75 pegawai TMS itu, sebanyak 24 dinyatakan masih dapat dibina kembali sedangkan 51 sisanya dipastikan tidak lolos dan tidak bisa dibina ulang, termasuk Novel Baswedan dan pegawai berintegritas lainnya.
KPK tidak menampik berupaya memberi bantuan kepada para pegawai yang berstatus TMS. KPK membantu pegawai untuk disalurkan sesuai dengan pengalaman kerja dan kompetensi.
"Kami dapat jelaskan bahwa atas permintaan pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diangkat menjadi ASN, KPK bermaksud membantu pegawai tersebut untuk disalurkan pada institusi lain di luar KPK," kata Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Harefa dalam keterangan, Selasa (14/9).
Menurutnya, tidak sedikit institusi yang membutuhkan spesifikasi pegawai sesuai yang dimiliki insan KPK. Oleh karenanya, penyaluran kerja ini bisa menjadi solusi sekaligus kerjasama mutualisme yang positif.
Cahya mengatakan, penyaluran kerja bagi pegawai KPK sebetulnya juga sesuai dengan program lembaga antirasuah yang telah lama dicanangkan. Yaitu, sambung dia, menempatkan insan KPK sebagai agen-agen antikorupsi di berbagai instansi dan lembaga.
"Selanjutnya, untuk dapat bekerja di instansi tujuan, sepenuhnya akan mengikuti mekanisme dan standar rekrutmen yang ditetapkan oleh instansi tersebut," katanya.
Cahya berharap niat baik KPK dimaknai secara positif mengingat penyaluran kerja ini memberikan manfaat langsung bagi pegawai yang bersangkutan, institusi kerja yang baru dan juga bagi KPK. Menurutnya, langkah itu dapat memperluas dan memperkuat simpul antikorupsi di berbagai institusi. "Salah satu pegawai yang telah menyampaikan surat permohonan untuk disalurkan ke institusi lain menyatakan, keinginan terbesarnya adalah menyebarkan nilai-nilai antikorupsi di tempat lain di luar KPK," klaimnya.
Pengamat Hukum sekaligus Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai tindakan KPK menyalurkan pekerjaan ini membuat pimpinan KPK mirip penyalur tenaga kerja. "Aneh KPK ini. Katanya pegawai tidak lulus KPK itu tidak pancasilais. Malah mau disalurkan bekerja. Itu kan artinya pemberhentian mereka bukan tidak pancasilais tapi KPK tidak nyaman karena mereka bekerja benar. Tindakan KPK menyalurkan pekerjaan ini membuat pimpinan KPK mirip penyalur tenaga kerja," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (15/9).
Kemudian, ia melanjutkan ini menunjukkan kalau pemberhentian pegawai KPK bukan soal bermasalah karena kapasitas kerja dan tidak pancasilais tapi tujuan pemberhentian terkait ketidaknyamanan pihak-pihak tertentu terhadap kinerja mereka. "Sebenarnya Presiden mengangkat saja pegawai tersebut berdasarkan PP nomor 17 tahun 2020 tentang manajemen PNS. Dengan begitu masalah selesai," kata dia.