REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI bersama dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu belum memutuskan jadwal pelaksanaan Pemilu 2024. Analis Politik dari Exposit Strategi, Arif Susanto, mengingatkan agar seluruh pihak terkait mempertimbangkan aspek teknis ketimbang mengedepankan parameter politik dalam menentukan jadwal pemilu.
"Kalau kita menggunakan parameter politik untuk melihat problem teknis seperti waktu penyelenggaraan, barangkali kita butuh debat yang sangat keras sampai 2024 nanti baru ketemu nanti," kata Arif dalam diskusi secara daring, Jumat (8/10).
Karena itu, menurutnya, hal yang perlu dibatasi adalah pertanyaan tentang waktu penyelenggaraan tentang waktu penyelenggaraan itu sebagai sebuah pertanyaan yang sifatnya teknikal. Sementara pertimbangan politis diharapkan tidak menjadi pertimbangan utama.
"Penyiapan penyelenggara pemilu barangkali akan beririsan dengan Pilkada yang oleh undang undang diamanatkan November 2024. Mengatasinya tadi itu perbaikan di sektor efisiensi," ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti soal kerawanan terjadinya konflik pemilu. Menurutnya, potensi konflik lebih besar terjadi jika persiapan tahapan pemilu membutuhkan waktu lebih dari 20 bulan.
"Saya kira ini mengherankan. Usia negeri ini sudah 76 tahun, tapi kok sulit sekali rasanya menghindari kontestasi elektoral tanpa harus berkonflik?" ungkapnya.
"Yang terkini bahkan saya membaca kekhawatiran beberapa parpol yang menganggap bahwa seandainya pemilu diselenggarakan pada bulan puasa, bukan tidak mungkin politik kebencian berbasis identitas dengan memanfaatkan label keagamaan akan menguat. Saya herannya malah berlipat dua kali," imbuhnya.