REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyambut baik keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan uji materiil atau judicial review anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai. Namun, ia mengingatkan kepada para kader untuk tak terlalu euforia dengan keputusan tersebut.
"Saya juga menghimbau kepada para kader, jangan jadikan hal ini sebagai sesuatu yang euphoria, tapi tetaplah rendah hati," ujar AHY dari Minnesota, Amerika Serikat, Rabu (10/11).
Keputusan MA ini, harap AHY, menjadi referensi dan rujukan bagi proses hukum yang masih berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Seluruh kader Partai Demokrat diimbaunya untuk terus mengawal proses hukumnya.
"Mari kita terus kawal proses tersebut, Insya Allah, Tuhan beserta kita, untuk kembali memenangkan perjuangan hukum ini, juga kembali memenangkan akal sehat dan hati nurani," ujar AHY.
Sejak awal, pihaknya yakin bahwa MA akan menolak permohonan uji materiil dari empat mantan kader Partai Demokrat. Mengingat, AD/ART adalah regulasi yang berlaku bagi internal partai, tak mengatur eksternal.
"Jadi tidak ada hak apapun bagi KSP Moeldoko atas Partai Demokrat. Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada haknya KSP Moeldoko mengganggu rumah tangga Partai Demokrat," ujar AHY.
Permohonan uji materiil terhadap AD/ART Partai Demokrat, kata AHY, hanyalah akal-akalan dari Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Padahal, tujuan awalnya adalah untuk mengambil alih kepemimpinan partai yang sah.
"Hasutan dan pamer kekuasaaan seperti ini, tidak hanya mencoreng nama baik Bapak Presiden, selaku atasan langsung beliau, tetapi juga menabrak etika politik, moral, serta merendahkan supremasi hukum," ujar AHY.
Sebelumnya, MA memutuskan tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan. Sebab, AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
AD/ART partai politik bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal partai politik yang bersangkutan. Selanjutnya, partai politik bukanlah lembaga negara, badan, atau lembaga yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang. Tidak ada delegasi dari undang-undang yang memerintahkan partai politik untuk membentuk peraturan perundang-undangan.