REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengatakan, pada digital ini, anak muda menjadi sasaran dalam paham radikalisme. Karena itu, anak muda harus bisa memilih data yang sesungguhnya dan tidak asal sebar tanpa memastikan kejelasannya.
"Di era pandemi, gencar-gencarnya para pelaku radikalisme proses rekrutmen sehingga orang tua juga perlu waspada dan mengawasi putra mereka. BNPT pun selalu melakukan pendekatan dengan hati dalam langkah preventif," ujar Boy menghadiri acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kanzus Sholawat, Kota Pekalongan, Ahad (14/11), dalam keterangan tertulis.
Boy mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam menggunakan media sosial. Ia berharap, penggunaan media sosial dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang baik serta dapat secara bijak menilai konten bermanfaat dan yang tidak bermanfaat.
"Seluruh pihak baik itu jajaran pemerintah, kementerian/ lembaga, seluruh komponen masyarakat dan organisasi masyarakat perlu bersatu padu membangun kehidupan peradaban dunia maya yg penuh toleransi, penuh semangat saling menghormati, dan tidak menggunakan sosmed dalam konteks untuk kepentingan kejahatan," kata mantan kabid Humas Polda Metro Jaya itu.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengajak juga mengajak anak muda menggemakan narasi-narasi perdamaian di sosial media. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk mengikis pesan-pesan yang kontradiktif dengan ajaran Pancasila maupun Bhineka Tunggal.
Selain itu, upaya ini menghindarkan anak muda dari paham radikalisme. "Anak muda harus bijak dan cerdas menggunakan media sosial agar tidak mudah terpengaruh berita-berita hoax yang kemudian menggiring pola pikir mereka ke paham radikalisme. Semaksimal mungkin, bawa narasi-narasi perdamaian dalam bentuk tulisan maupun gambar," kata Emil.
Emil menyampaikan, pada dasarnya, agama tidak untuk diadu. Sebab, supremasi agama sudah tidak ada yang meragukan lagi. Artinya, eksistensi kebangsaan merupakan bagian dari hakikat sebagai manusia berbangsa yang beragama.