Ahad 14 Nov 2021 19:44 WIB

Eropa Jadi Episentrum Covid-19, IDI: Harus Selalu Waspada

Pemerintah juga jangan terlalu mudah melakukan pelonggaran aturan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Eropa Jadi Episentrum Covid-19, IDI: Harus Selalu Waspada (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Eropa Jadi Episentrum Covid-19, IDI: Harus Selalu Waspada (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Eropa dilaporkan kembali menjadi pusat pandemi Covid-19, sejumlah negara mulai mempertimbangkan kembali pembatasan dan karantina wilayah atau Lockdown.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) bahkan telah merilis evaluasi terbarunya tentang situasi Covid Uni Eropa (UE) dan menyatakan "keprihatinan yang sangat tinggi" di 10 negara yakni Belgia, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Estonia, Yunani, Hongaria, Belanda, Polandia, dan Slovenia.

Kemudian ada 13 negara Uni Eropa diklasifikasikan sebagai "sangat memprihatinkan". Hanya empat negara yakni Italia, Malta, Spanyol, dan Swedia yang diberi peringkat sebagai negara dengan “kekhawatiran rendah.”

Menanggapi peningkatan kasus di Eropa, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi Djoerban mengatakan, Indonesia harus selalu waspada. Hal ini lantaran varian baru delta juga sudah ditemukan di Malaysia.

"PPKM awasi ketat, rakyat harus menjalankan prokes dengan benar dan edukasi masyarakat juga," kata Zubairi kepada Republika, Ahad (14/11).

Selain itu, cakupan vaksinasi yang masih di angka 40 persen harus terus dikejar. Karena bila belajar dari negara-negara Eropa yang cakupan vaksinasi lebih dari 70 persen pun , kasus penularan masih tetap tinggi.

Oleh karenanya, monitor terhadap mutasi virus menurut Zubairi mutlak dilakukan. Karena pandemi bersifat dinamis, sehingga apabila ada perubahan data epidemiologi maka kebijakan pun harus segera diubah sesuai dengan kebutuhan.

Selain itu, tata kelola tempat ibadah juga harus diawasi baik dan benar. Pemerintah, tambah Zubairi, harus meningkatkan dan mempersiapkan fasilitas kesehatan. "Jangan sampai kekurangan dokter, obat abis, harus diantisipasi dari sekarang," tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan terkait peningkatan kasus di Eropa, menurutnya ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia agar tak terjadi lonjakan kasus seperti di Eropa.

"Banyak yang harus diperhatikan, salah satunya penguatan respons screening di pintu masuk (negara), dengan peningkatan di 113 kabupaten/kota, dikejar kasus, di-testing lagi, dikarantina. Dan cepat vaksinasi minimal setengah populasi divaksin di triwulan pertama 2022," ujar Dicky.

Pesan pentingnya, sambung Dicky, adalah kombinasi PPKM bertingkat dan survailnce yang menurutnya sangatlah penting. Selain itu, pemerintah juga jangan terlalu mudah melakukan pelonggaran aturan.

"Dan varian baru ini kita masih harus lebih jauh (miliki) datanya. Data awalnya memang mengkhawatirkan meskipun yang tidak punya komorbid. Ini mengkhawatirkan namun masih dini kalau tanpa data," terangnya.

Menurutnya, untuk lebih aman lebih baik untuk saat ini bersikap waspada, hati-hati dan "lebay" daripada tidak waspada. 'Sampai terbukti oh ternyata tidak apa-apa seperti varian delta plus. Tapi itu setelah datanya kuat ya, kalau untuk saat ini tetap harus waspada dan hati-hati," tegasnya.

Sebelummya, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin juga mengingatkan untuk selalu waspada dengan lonjakan kasus Covid-19 di akhir tahun.

"Sebentar lagi kita menyambut libur Natal dan tahun baru. Ingat, COVID-19 masih ada di tengah kita. Melalui pengalaman yang lalu, kita belajar bahwa lonjakan kasus terjadi setelah libur panjang. Ketika banyak orangberkumpul bersama keluarga, sahabat, dan handai taulan, di sanalah COVID-19 menyebar," kata Budi dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

Ia juga mengingatkan agar: tetap disiplin memakai masker, menyegerakan vaksinasi jika belum, terus menggunakan aplikasi PeduliLindungi ketika ada di ruang publik, dan tetap jalankan testing & tracing pada orang yang bergejala dan kontak erat. Karena, kata Budi, pandemi COVID-19 memperhadapkan pada dua pilihan jalan.

Pertama adalah jalan yang sama yang telah kita tempuh bertahun-tahun sebelum pandemi: hidup dan bekerja biasa-biasa saja dengan pola yang sama, yang membawa pada pelbagai masalah kesehatan yang tak urung selesai.

Pilihan yang kedua, adalah jalan perubahan, jalan untuk mengubah pola yang lama yang tidak membawa kepada tujuan. "Jalan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk dalam bekerja, seperti korupsi, malas, dan tidak teliti. Juga, jalan untuk mengawali pola hidup yang sehat mulai hari ini," tegasnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement