Selasa 23 Nov 2021 17:28 WIB

Ini Alasan Pemerintah Pengawas Data Pribadi di Bawah Kominfo

Jika independen, Henri mengatakan, dikhawatirkan ada komisioner titipan parpol.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Haura Hafizhah/ Red: Ratna Puspita
Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto, mengakui sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat antara DPR dengan pemerintah terkait lembaga pengawas pelaksanaan Undang-Undang perlindungan data pribadi. (Foto: Henri Subiakto)
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto, mengakui sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat antara DPR dengan pemerintah terkait lembaga pengawas pelaksanaan Undang-Undang perlindungan data pribadi. (Foto: Henri Subiakto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto, mengakui sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat antara DPR dengan pemerintah terkait lembaga pengawas pelaksanaan Undang-Undang perlindungan data pribadi. DPR menginginkan agar lembaga tersebut independen, sementara pemerintah ingin lembaga tersebut di bawah Kominfo. 

"Standpoint pemerintah adalah kalau ada badan baru atau katakanlah yang mengawasi tadi, maka harus sesuai dengan sistem presidensial bukan parlementer, karena negara kita presidensial," kata Henri dalam sebuah diskusi daring, Selasa (23/11).

Baca Juga

Henri menjelaskan, jika nantinya dibentuk badan baru yang bersifat independen, pemerintah mengkhawatirkan ada komisioner yang merupakan titipan partai politik. "Sementara yang kita inginkan adalah yang betul-betul clear dia adalah independen dalam artian secara pribadi profesional tidak terkait dengan partai politik," ujarnya

Ia menambahkan, dari sisi penegakan hukum, kondisi itu akan memunculkan ketidakjelasan sistem. Ia mencontohkan independensi lembaga KPK yang tidak bisa diperintah oleh presiden. 

"Kalau ada katakanlah persoalan dalam KPK misalnya, persoalan KPK, yaitu korupsi itu tinggi, itu kesalahan presiden atau tanggung jawab KPK? karena presiden tidak bisa menyuruh KPK. KPK independen," ucapnya.

"Dalam konteks seperti ini badan independen dia diturunkan dalam konteks dia di bawah presiden, betul-betul tanggung jawab presiden, bahkan menteri, kenapa? Karena sesuai dengan sistem presidensial," imbuhnya.

Selain itu, Henri mengatakan, Kemenkominfo selama ini berpengalaman mengurusi siber, termasuk regulasinya, tata kelola, hingga sanksi. "Jadi kalau Facebook, Twitter itu bocor yang memberi sanksi siapa selama ini, ya pemerintah, pemerintah Kominfo, ini sudah berjalan. Kemudian pemerintah atau Kominfo mempunyai unsur penegak hukum. Baik di dalam kementerian maupun bersama-sama dengan kepolisian atau kejaksaan," tuturnya.

Terakhir, Kemenkominfo juga dinilai memiliki sumber daya yang bertanggung jawab terhadap persoalan transformasi digital. Menurutnya, nantinya persoalan perlindungan data pribadi kerap terjadi di luar negeri.

Baca Juga:

"Maka di situlah negara sudah terbiasa ketemu dengan asosiasi-asosiasi internasional termasuk negara-negara lain menghadapi problem global yang namanya Google, Facebook dan lain-lain," ungkapnya. 

Henri menuturkan Kemenkominfo prinsipnya mendukung RUU PDP segera diselesaikan. Namun, ia tak menjelaskan secara gamblang terkait apakah RUU PDP bisa diselesaikan pada masa sidang kali ini.

"Tergantung DPR dan menteri-menteri terkait," ucapnya. 

Lembaga pengawas vital

Juru Bicara Badan Siber Sandi Negara (BSSN), Anton Setiawan, mengatakan, lembaga pengawas akan menjadi institusi yang vital dalam penerapan UU PDP. "Komisi ini sangat vital bagi penerapan dan penegakan hukum RUU PDP. Independensi dan kekuatan dalam operasional pengawasan harus proporsional," kata Anton kepada Republika, Selasa (23/11).

Anton menilai berbagai kebocoran data yang terjadi membuat pemerintah memandang RUU PDP urgen untuk segera disahkan. Perbaikan terhadap sistem elektronik di seluruh instansi makin kuat dilakukan melalui Peraturan BSSN Nomor 8 tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan pada Penyelenggaraan Sistem Elektronik.

"Kemampuan tanggap insiden siber juga dibangun secara bertahap melalui pembentukan CSIRT di berbagai instansi," ujarnya.

Anton menjelaskan sejumlah pertimbangan pemerintah sepakat lembaga pengawas berada di pemerintah. Pertama, pemerintah tidak ingin membentuk institusi baru atau memanfaatkan instiusi yang sudah ada dengan penambahan fungsi. 

Kedua, fleksibilitas dalam operasionalisasi UU ini melalui pembentukan aturan di bawahnya. "Pemerintah dan DPR RI tetap berkomitmen untuk mengesahkan RUU PDP sesegera mungkin," tuturnya.

 

photo
Arab Saudi Buka Suara Soal Isu Peretasan Ponsel Bos Amazon (Foto: Ilustrasi peretasan) - (Piqsels)
 

Jubir Kemenkominfo, Dedy Permadi, menuturkan saat ini RUU PDP masih terus dibahas oleh pemerintah bersama dengan DPR. Ia mengatakan dinamika pembahasan tidak hanya terkait kelembagaan, namun juga terkait beberapa topik substansi lainnya. 

"Proses penuh kehati-hatian ini dilakukan untuk menghadirkan perlindungan data pribadi yang komprehensif dan lebih relevan dengan tantangan zaman," kata Dedy kepada Republika, Selasa (23/11).

Dedy mengatakan ekosistem digital yang kini dihadapkan pada berbagai ancaman kejahatan siber tentu menjadi pertimbangan Pemerintah dan DPR dalam mempercepat proses penyelesaian RUU PDP. "Karenanya Pemerintah bersama DPR terus bekerja keras untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU PDP," ucapnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Iqbal, mengatakan pertimbangan DPR menginginkan lembaga pengawas independen, yaitu untuk memisahkan antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. "(Pemisahan) merupakan hal yang penting, agar lembaga pengawas dapat bekerja dengan profesional  dan untuk menghindari conflict of interest  di antara lembaga dan kementerian yang ada," kata politikus PPP itu.

Sementara sejumlah anggota Komisi I DPR RI seperti Sukamta dan Irine Yusiana Roba Putri mendorong agar pembahasan tentang RUU PDP dibarengi dengan pembahasan RUU Ketahanan dan Keamanan Siber (KKS). Sukamta mengatakan, kebocoran data yang kerap terjadi belakangan ini lantaran kondisi ketahanan dan keamanan siber (KKS) dalam negeri sangat lemah. 

Menurut Irine, regulasi perlindungan data pribadi dan keamanan siber berjalan bersamaan agar bisa terintegrasi sehingga tidak saling tumpang tindih atau ada isu yang belum diatur. "Keamanan data adalah salah satu tantangan terbesar era digital," ujar politikus PDIP tersebut.

Kebocoran data terbaru yang terjadi, yakni kebocoran data personel Polri. Sebelumnya, situs Polri juga berkali-kali diretas mulai dari untuk diubah tampilannya hingga untuk diubah menjadi situs judi. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement