Sabtu 27 Nov 2021 05:00 WIB

Perusahaan China Mulai Siap Eksplorasi Lithium Afghanistan

Nilai sumber daya Lithium di Afghanistan diperkirakan sampai 1 triliun dolar AS.

Red: Teguh Firmansyah
Orang-orang berjalan melewati papan elektronik bank yang menunjukkan indeks saham Hong Kong di Bursa Efek Hong Kong Selasa, 17 Agustus 2021. Pasar saham Asia turun pada Selasa di tengah kekhawatiran tentang gejolak di Afghanistan dan kegelisahan tentang prospek ekonomi China setelah aktivitas Juli yang lemah.
Foto: AP/Vincent Yu
Orang-orang berjalan melewati papan elektronik bank yang menunjukkan indeks saham Hong Kong di Bursa Efek Hong Kong Selasa, 17 Agustus 2021. Pasar saham Asia turun pada Selasa di tengah kekhawatiran tentang gejolak di Afghanistan dan kegelisahan tentang prospek ekonomi China setelah aktivitas Juli yang lemah.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Perwakilan dari lima perusahaan China telah tiba di Afghanistan dengan visa khusus untuk mengeksplorasi sumber daya lithium di negara itu yang diperkirakan bernilai 1 triliun dolar AS. Demikian  dilaporkan media pemerintah China, Global Times.

Para pejabat sedang berkunjung ke tempat untuk mengeksplorasi ekstraksi logam yang merupakan sumber daya kritis langka untuk digunakan dalam baterai dan teknologi lain. Bahan itu dianggap penting untuk mengatasi krisis iklim.

Baca Juga

Eksplorasi mineral tersebut dilakukan di tengah risiko saat pemerintah sementara di Afghanistan mencoba untuk mengkonsolidasikan kekuasaan.

Sumber, https://www.aa.com.tr/id/dunia/perusahaan-china-mulai-eksplorasi-lithium-di-afghanistan/2431081.

Yu Minghui, direktur China dari Komite Promosi Ekonomi dan Perdagangan China-Arab, mengatakan visa khusus tersedia setelah berkoordinasi dengan Kementerian Pertambangan Afghanistan.

Menurut Yu, para pejabat perusahaan China khawatir tentang jaminan dasar keamanan dan ketertiban sosial di Afghanistan. “Beberapa percaya hubungan persahabatan antara China dan Afghanistan kondusif untuk operasi perusahaan China,” kata Yu.

China telah menjadi pendukung utama pemerintah sementara yang dipimpin Taliban di Afghanistan setelah pasukan AS keluar pada Agustus dan sejak itu terbukti menjadi penyumbang terbesar untuk bantuan kemanusiaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement