REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus segera ditindaklanjuti oleh DPR dan pemerintah. Langkah pertama yang perlu diambil adalah memasukkan omnibus law tersebut ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
"Setelah MK mengeluarkan keputusan, maka urusan selanjutnya menjadi tanggung jawab DPR dan pemerintah dengan mengakomodasi RUU tersebut dalam daftar Prolegnas," ujar Lucius saat dihubungi, Sabtu (27/11).
Perbaikan terhadap suatu Undang-undang adalah bagian dari revisi yang perlu dimasukkan ke dalam Prolegnas. Tertera dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
Namun inilah permasalahan yang akan dihadapi DPR, karena MK memberikan waktu dua tahun untuk segera memperbaiki UU Cipta Kerja. Sedangkan pembahasan Prolegnas untuk 2022, kemungkinan besar baru akan dibahas pada akhir 2021.
"Risiko yang terlalu besar jika DPR dan pemerintah tidak segera melaksanakan keputusan MK agar dalam dua tahun harus merevisi UU Ciptaker membuat DPR dan pemerintah tak punya pilihan," ujar Lucius.
Untuk itulah, mungkin langkah pertama yang perlu dilakukan oleh DPR dan pemerintah adalah merevisi UU PPP. Pasalnya, metode omnibus law tak diatur dalam undang-undang tersebut.
"Dengan dasar hukum yang kuat mekanisme omnibus law bisa menjadi jalan keluar bagi keruwetan persoalan legislasi, sebagaimana yang menjadi alasan pembentukan legislasi bernama omnibus law," ujar Lucius.
Berbeda dengan Lucius, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi mengatakan, perbaikan UU Cipta Kerja tak perlu masuk ke dalam Prolegnas terlebih dahulu. "Sebagai dampak putusan MK, perbaikan UU Cipta Kerja ini masuk kumulatif terbuka, tidak perlu melalui Prolegnas lagi," ujar Baidowi saat dihubungi, Jumat (26/11).
Meski begitu, Baleg belum menerima putusan lengkap MK terkait pasal mana saja yang perlu diperbaiki dalam kurun waktu dua tahun. Namun, DPR menghargai putusan terkait UU Cipta Kerja tersebut.
"Karena putusan MK bersifat final dan mengikat. Tentu nantinya kami akan mempelajari materi putusannya," ujar Baidowi.