REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Teguh Arifiyadi mengatakan, kasus penipuan berbasis rekayasa sosial semakin meningkat. Pelaku menyasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia sebagai target.
"Sejak pandemi, kasus penipuan berbasis rekayasa sosial semakin meningkat, menarget UMKM sebagai salah satu korbannya," kata Teguh dalam keterangan pers dikutip di Jakarta pada Rabu (7/12).
"Penipuan jenis ini mendominasi hampir 95 persen dari total laporan. Sejak Maret 2020 hingga saat ini, total laporan yang masuk ke kami lebih dari 250 ribu, meningkat drastis dari 8 ribu laporan di tahun 2017," ujar Teguh menambahkan.
Dia menjelaskan, terdapat tiga metode rekayasa sosial yang paling sering terjadi di 2021. "Adapun tiga metode itu yaitu phishing (membagikan link palsu berbahaya), baiting (memancing korban dengan iming-iming manfaat atau hadiah), dan pretexting (mengelabui korban untuk mendapatkan data pribadi)," jelas Teguh.
Untuk modus penipuan phising, misalnya, biasanya dilakukan oleh oknum yang mengaku dari lembaga tertentu dengan menggunakan telepon, email, atau pesan teks. Hal itu seolah-olah dari lembaga resmi. Namun, sebetulnya pelaku ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi.
Data pribadi itu biasanya digunakan untuk kejahatan digital berikutnya. Pelaku menanyakan data sensitif untuk mengakses akun penting yang mengakibatkan pencurian identitas hingga kerugian. Di sisi lain, ancaman kasus penipuan rekayasa sosial seperti ini meningkat seiring dengan adopsi teknologi finansial (tekfin) dan layanan keuangan digital bagi pelaku UMKM Indonesia yang terus meningkat.
Proporsi UMKM Indonesia mencapai 99,9 persen dari total jumlah populasi usaha, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM pada September 2021. Seiring pergeseran proses UMKM ke ranah digital, menurut Teguh, peran sektor fintek dalam memperkuat literasi keamanan digital dalam operasional usaha bagi pelaku UMKM semakin dibutuhkan.
Pengetahuan tentang cara menjaga pilar keamanan digital dapat menjadi solusi melawan maraknya tren rekayasa sosial (social engineering), yaitu teknik manipulasi yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan yang memanfaatkan kelalaian pengguna platform digital untuk mendapatkan data pribadi yang berharga.