REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Agama untuk membuat Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Berbasis Agama. PMA itu dapat menjadi bentuk tanggung jawab negara dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di satuan pendidikan agama.
"Regulasi PMA sangat urgen dibuat, mengingat angka kekerasan seksual di satuan pendidikan agama cukup tinggi, P2G menilai Gus Menteri akan cepat tanggap dengan aspirasi ini," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Jumat (10/12).
Menurut Satriwan, melalui PMA negara bertanggung jawab mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di satuan pendidikan agama. Madrasah, pesantren, seminari dan guru pengasuh dapat dibekali pemahaman serta keterampilan bagaimana cara mencegah dan menanggulangi jika kekerasan terjadi.
"Kita tengah mengalami darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan, lahirnya PMA menjadi bukti negara tidak melakukan pembiaran," kata dia.
Satriwan kemudian meminta peserta didik dan orang tua untuk tidak takut melaporkan indikasi kekerasan seksual di tempat mereka menimba ilmu. Peserta didik, kata dia, dapat melaporkan apabila ada ritual-ritual tertentu yang mengarah pada kekerasan seksual dari guru atau teman.
Dia juga meminta pihak kepolisian untuk bersikap responsif jika ada laporan indikasi kekerasan seksual dari masyarakat. Menurut dia, pihak kepolisian jangan menunggu suatu kasus viral di media sosial dahulu baru kemudian diperhatikan.
"Kami mendesak Kemenag, Kementerian PPPA, dan KPAI membuka hot line pengaduan masyarakat perihal tindak kekerasan di satuan pendidikan berbasis agama, sehingga lebih cepat ditindaklanjuti," ujad Satriwan.
P2G juga berharap Kemenag dan Kemdikbudristek memberikan pemahaman yang baik tentang konsep dan regulasi mengenai hak-hak anak, UU Perlindungan Anak, pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan, dan pendidikan hukum dan HAM bagi para guru atau pengasuh satuan pendidikan.
"Para guru dan tenaga kependidikan hendaknya punya pemahaman, sikap sesuai aturan serta prinsip-prinsip penghargaan terhadap hak asasi anak. Sehingga ekosistem satuan pendidikan berbasis agama benar-benar melindungi dan aman bagi tumbuh kembang anak, bukan sebaliknya," kata alumni UI itu
Momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember, hendaknya dijadikan refleksi bersama bagi para guru, satuan pendidikan, orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk terus melindungi dan menghormati hak asasi manusia, khususnya hak-hak anak.