REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyoroti rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat atas berbagai peristiwa yang melibatkan kepolisian. Sigit mengatakan, mengacu analisis emosional para pengguna berbagai platform media sosial (medsos) di internet, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri cuma 10 persen.
Menurut dia, analisis emosional masyarakat di medsos, didominasi dengan anggapan negatif terhadap anggota kepolisian. Bahkan, dari analisa emosional tersebut, ada yang merasa jijik dengan keberadaan anggota Polri.
“Muncul analisa media sosial terhadap berbagai macam peristiwa yang berkembang, yang di-upload di media sosial terhadap Polri. Ada yang netral, ada bersifat antisipasi, ada yang berbentuk trust atau percaya, ada juga yang berbentuk anger (marah), disgust, artinya jijik. Takut, supraise, senang, dan kemudian sedih,” ujar Sigit, Jumat (17/12).
Ungkapan Sigit tersebut, ia sampaikan di hadapan para anggota Polri, saat memberikan arahan langsung pada forum rapat kordinasi analisis dan evaluasi Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri di Yogyakarta, Jumat (17/12). Arahan Kapolri tersebut, disiarkan lewat kanal YouTube Polri, Jumat (17/12).
Dalam forum tersebut, Sigit tak menyampaikan detail persentase analisis emosional masyarakat di medsos terhadap Polri tersebut. Tetapi, Sigit meyakini, analisis emosional di medsos adalah gambaran dari realita, penilaian, dan anggapan publik terhadap kehadiran Polri.
“Ini tentunya menjadi tugas bagi kita semua. Ini adalah beragam persepsi dari masyarakat, karena memang saat ini adalah dunia media sosial dengan pemanfaatan teknologi informasi. Mau tidak mau, kita, tetap terus mengikuti perkembangan dari media sosial ini,” ujar Sigit.
Analisis emosional tentang Polri, di ragam medsos, kata Sigit, tentunya harus menjadi peringatan serius bagi seluruh anggota Polri. Itu sebabnya, Sigit mengatakan, agar setiap anggota Polri, mengintrospeksi diri atas perannya sebagai pelayan masyarakat.
“Tentunya dari angka-angka yang ada ini, harapan kita bagaimana kemudian, warna kuning, terkait dengan trust yang saat ini hanya 10 persen ini, bisa kita tingkatkan. Yang warna merah, dan warna ungu, serta warna abu-abu ini, bisa kita kecilkan,” terang Sigit.
Warna-warna yang dimaksud Sigit itu adalah kategori negatif dari analisis emosional terhadap Polri. “Kalau yang merah membesar, ungu membesar, yang abu-abu membesar, tentu, kemudian harus melihat lagi ke dalam, apa yang terjadi dengan kita (Polri),” ujar Sigit.
Sigit pun menegaskan, agar para anggota Polri sensitif terhadap penyelesaian isu-isu yang dimunculkan di medsos. Karena akan berdampak pada penilaian publik terhadap Polri. Sigit mencontohkan, beberapa isu yang kerap menjadi bagian dari penilaian publik terhadap Polri, seperti kasus-kasus yang beririsan dengan asusila dan seksualitas, serta kepekaan terhadap gender.
“Ini biasanya yang menjadi perhatian,” ujar Sigit.