REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Induk Koperasi TKBM Pelabuhan Agoes Budianto menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan pada 2 Februari 2022 membatasi langkah buruh atau pekerja. "Ketika mereka berhenti, mengundurkan diri, catat total atau meninggal dunia tentunya mereka membutuhkan dana cukup besar untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk modal usaha karena mereka tidak bekerja lagi," kata Agoes di Jakarta, Senin (14/2/2022).
Ia menyayangkan dan mempertanyakan mengapa pencairan uang itu ditunda sampai memasuki usia pensiun baru dibayarkan kepada pekerja.
"Contoh jika mereka berhenti pada usia 40 tahun terus mereka harus menunggu sampai usia 56 harus baru mendapatkan hak JHT tersebut berarti mereka harus menunggu selama 26 tahun. Wah lama sekali, sementara mereka butuh biaya untuk hidup dan membangun usaha akibat tidak bekerja," kata dia.
"Kita berharap agar Kemenaker di zaman demokrasi ini untuk lebih dalam lagi melihat persoalan ini, sebab ini menyangkut dengan hak privasi buruh atau pekerja. Rasanya tak perlulah kita mengatur wilayah ini. Kalaupun mau mengatur beri kebebasan bagi yang mau mengambil JHT pada usia pensiun silakan dan bagi yang tidak monggo silakan juga ambil, dan itu lebih fair dan terkesan tidak mencekcoki hak buruh atau pekerja," ujar dia menambahkan.
Menteri Ketenagakerjaan menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 ini juga sekaligus mencabut Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua. Ini telah diundangkan pada 4 Februari 2022 dengan menetapkan aturan terkait pembayaran manfaat jaminan hari tua atau JHT hanya bisa dicairkan pada usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun.
"Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun," tulis Permenaker itu seperti dikutip pada laman jdih.kemnaker.go.id.
Selanjutnya, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun itu juga termasuk peserta yang berhenti bekerja. Peserta yang berhenti bekerja sebagaimana dimaksud meliputi pekerja yang mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja, dan mereka yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Selanjutnya, dalam Permenaker itu juga diatur bahwa selain usia pensiun, manfaat JHT juga dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.
“Manfaat JHT bagi peserta yang mengalami cacat total tetap, diberikan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun. Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diberikan kepada ahli waris Peserta," tulis Permenaker tersebut.