Kamis 17 Feb 2022 16:38 WIB

Ekonom: Program JHT Mampu Tekan Angka Kemiskinan Lansia

Ide dasar JHT untuk menyiapkan usia pensiun dan ada minimum pendapatan dapat hidup.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). Program JHT yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan dinilai turut berperan dalam menekan angka kemiskinan di Tanah Air.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). Program JHT yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan dinilai turut berperan dalam menekan angka kemiskinan di Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--  Program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai turut berperan dalam menekan angka kemiskinan di Tanah Air.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto mengatakan, angka harapan hidup di Indonesia berada  usia 71 tahun. Sedangkan itu, JHT memberikan perlindungan kepada pekerja sejak usia 56 tahun.

Baca Juga

Menurutnya, secara statistik masyarakat dengan usia 56 tahun sampai  71 tahun mayoritas tergolong rentan miskin, sehingga membutuhkan jaminan perlindungan sosial yang kokoh. Maka itu, secara normatif program tersebut memberikan jaminan kelayakan hidup kepada masyarakat pekerja selama 15 tahun, bahkan berpotensi lebih lama. 

"Statistik orang usia tua rentan jatuh miskin, sehingga ide dasar JHT untuk menyiapkan usia pensiun dan ada minimum pendapatan dapat hidup. Dari pengalaman negara lain penyalurannya memang umur tertentu, walaupun boleh ada yg diambil sebagian pada periode tertentu semisal 10 atau 30 persen. Tetapi tidak bisa diambil 100 persen ketika berhenti bekerja atau apapun itu. Jadi memang yang tepat seperti ini," ujar Teguh kepada wartawan, Kamis (17/2/2022).

Menurutnya, dana yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan memang bersumber dari iuran peserta. Namun dia mengimbau kepada seluruh pekerja tidak memperpanjang polemik aturan pencairan JHT yang tertuang di dalam Permenaker No. 2/2022.

"Aturan itu disusun dengan semangat untuk memberikan proteksi kepada masyarakat usia pensiun, sehingga tidak masuk ke dalam kategori masyarakat miskin dan rentan miskin," ucapnya.

Terlebih, kata Teguh, potensi lonjakan kemiskinan di usia tua sangat tinggi seiring dengan tidak adanya jaring pengaman sosial yang memadai. Hal inilah yang coba dihindari oleh pemerintah dengan menyusun regulasi tersebut.

"Kemiskinan di usia tua tinggi sekali. Makanya ide JHT ini sejalan dengan yang kami dorong, yakni bagaimana negara memberikan perlindungan kepada usia tua," ucapnya.

Menurutnya penolakan terhadap perubahan aturan pencairan JHT tak berdasar mengingat pemerintah telah menyediakan fasilitas perlindungan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yakni program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). 

"Intinya, Permenaker itu oke karena sekarang sudah ada JKP. Jadi kita harus mengembalikan fungsi utama JHT saat masa pensiunan," ucapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement